Sabtu, 7 Oktober 2013
Pagi ini cerah, dan saya berhasil bangun pagi. Berkat seseorang. Tapi sayang sekali kalau saya harus melaluinya dengan mood yang tidak baik.
Saya baru selesai mandi dan berdandan yang wangi. Saya pergi mengendarai sepeda motor beat putih P 6036 XV menuju kosan Alit. Kami janjian mau jalan-jalan hari itu.
Di tengah jalan saya kebablas ketika mau belok ke gang kosannya. Jadi saya memutuskan untuk belok di bundaran DPR saja. Di sanalah tragedi itu terjadi.
Ketika saya sampai di bundaran, saya melihat ada banyak polisi. Saya kaget. Ada seorang polisi yang melihat saya, kemudian saya dipanggil untuk menepi. Setelah itu saya diminta untuk menunjukkan STNK dan SIM. Saya merogoh tas, ternyata dompet saya tidak ada. Saya ingat kalau dompet saya terbawa Ifa ketika kami mau membeli es jus kamis kemarin.
Kemudian saya menjelaskan kepada pak polisi tentang dompet saya. Lalu pak polisi itu mengambil kontak sepeda saya dan menyuruh saya mengambil dompet. Saya mencoba menghubungi Ifa.Tidak bisa. Ternyata pulsa saya habis. Konter di sekitar bundaran masih belum buka. Kemudian saya memWA Cephi untuk membelikan saya pulsa ke Pipit. Tidak ada respon. Saya memWA Alit, tidak terkirim-kirim. Saya memWA teman-teman di grup, juga tidak ada yang merespon. Pak polisi yang melihat saya hanya bengong di tempat menegur saya. Katanya kalau surat-surat saya tidak segera diambil, sepeda motor saya akan dibawa. Ah, sial. Barulah saya merasa bingung.
Akhirnya saya berjalan menuju kosan Alit. Untung saja kosannya dekat dengan DPR. Saya meminjam HPnya untuk menghubungi Ifa. Nomer Ifa yang saya punya tidak bisa dihubungi. Kemudian saya bertanya kepada Ina nomer Ifa yang aktif. Alhamdulillah, Ina segera membalas. Ternyata nomer HP Ifa memang sudah ganti. Buru-buru saya telpon Ifa. Saya bilang kepadanya kalau saya hendak mengambil dompet. Ifa mengiyakan sambil meminta maaf karena lupa mengembalikan dompet saya.
Setelah saya bertemu Ifa, Ina menelepon. Dia kira saya belum bertemu Ifa. Dia berinisiatif mengambilkan dompet saya lalu mengantarkannya kepada saya. Ah, Ina memang selalu baik. Terima kasih ya, Na. :)
Tapi saat itu saya sudah mendapatkan dompet saya, jadi Ina tidak perlu repot membantu saya.
Kemudian saya menyerahkan STNK dan SIM kepada pak polisi di sana. Seorang polisi berkata "Wah, mbak, wangi banget." Iyalah.. saya kan baru mandi, Pak. "Baru mandi sudah kena tilang? hahaha"
Dasar Pak Polisi. Saya kan nggak mungkin kena tilang kalau bapak tidak mangkal di situ.
Awalnya saya kira setelah menunjukkan STNK dan SIM, saya akan langsung dibebaskan. Ternyata perkiraan saya salah. STNK saya diambil. Kata pak polisi itu saya harus mengambilnya di Pengadilan saat sidang tanggal 20 nanti. Astaga.....
Kenapa begitu ya? Saya kan sudah menunjukkan surat-suratnya? Kok saya tetap kena denda sih? Peraturan ini sedikit berebihan saya rasa. Sebelum STNK saya diambil, kontak sepeda motor saya kan sudah diambil. Saya kira sepeda motor itu tidak bisa kembali kalau saya tidak bisa menunjukkan STNKnya. Tapi saya sudah menukarnya kan, Pak? Lalu sekarang kenapa STNKnya diambil? Apakah dengan lupa membawa STNK itu berarti saya merugikan pengguna jalan yang lain? Sehingga saya harus membayar denda untuk itu?
Jika saya tidak memakai helm, saya kira masuk akal kalau saya ditilang. Tidak memakai helm mungkin bisa berakibat mencederai saya sendiri. Tapi STNK? Apakah jika saya tidak membawanya akan mengakibatkan macet? Siapa yang akan cedera kalau saya tidak membawanya? Bahkan kalaupun saat itu saya tidak membawanya, toh saya sudah menunjukkannya, kan? Dan STNK itu juga atas nama saya. Terbukti, saya bukan maling. Saya hanya lupa membawanya. Itu saja. Apakah Pak polisi merasa rugi dengan rendahnya daya ingat saya?
Saya bisa terima kalau saya harus didenda karena tidak bisa menunjukkan STNK saya. Saya terima jika Bapak mau membawa sepeda motor saya. Tapi apa yang saya lakukan sehingga itu merugikan dan membuat saya pantas dihukum? Saya hanya pergi untuk menunjukkan kepada Bapak bahwa saya memiliki surat-surat kelengkapan sepeda motor saya.
Pagi ini cerah, dan saya berhasil bangun pagi. Berkat seseorang. Tapi sayang sekali kalau saya harus melaluinya dengan mood yang tidak baik.
Saya baru selesai mandi dan berdandan yang wangi. Saya pergi mengendarai sepeda motor beat putih P 6036 XV menuju kosan Alit. Kami janjian mau jalan-jalan hari itu.
Di tengah jalan saya kebablas ketika mau belok ke gang kosannya. Jadi saya memutuskan untuk belok di bundaran DPR saja. Di sanalah tragedi itu terjadi.
Ketika saya sampai di bundaran, saya melihat ada banyak polisi. Saya kaget. Ada seorang polisi yang melihat saya, kemudian saya dipanggil untuk menepi. Setelah itu saya diminta untuk menunjukkan STNK dan SIM. Saya merogoh tas, ternyata dompet saya tidak ada. Saya ingat kalau dompet saya terbawa Ifa ketika kami mau membeli es jus kamis kemarin.
Kemudian saya menjelaskan kepada pak polisi tentang dompet saya. Lalu pak polisi itu mengambil kontak sepeda saya dan menyuruh saya mengambil dompet. Saya mencoba menghubungi Ifa.Tidak bisa. Ternyata pulsa saya habis. Konter di sekitar bundaran masih belum buka. Kemudian saya memWA Cephi untuk membelikan saya pulsa ke Pipit. Tidak ada respon. Saya memWA Alit, tidak terkirim-kirim. Saya memWA teman-teman di grup, juga tidak ada yang merespon. Pak polisi yang melihat saya hanya bengong di tempat menegur saya. Katanya kalau surat-surat saya tidak segera diambil, sepeda motor saya akan dibawa. Ah, sial. Barulah saya merasa bingung.
Akhirnya saya berjalan menuju kosan Alit. Untung saja kosannya dekat dengan DPR. Saya meminjam HPnya untuk menghubungi Ifa. Nomer Ifa yang saya punya tidak bisa dihubungi. Kemudian saya bertanya kepada Ina nomer Ifa yang aktif. Alhamdulillah, Ina segera membalas. Ternyata nomer HP Ifa memang sudah ganti. Buru-buru saya telpon Ifa. Saya bilang kepadanya kalau saya hendak mengambil dompet. Ifa mengiyakan sambil meminta maaf karena lupa mengembalikan dompet saya.
Setelah saya bertemu Ifa, Ina menelepon. Dia kira saya belum bertemu Ifa. Dia berinisiatif mengambilkan dompet saya lalu mengantarkannya kepada saya. Ah, Ina memang selalu baik. Terima kasih ya, Na. :)
Tapi saat itu saya sudah mendapatkan dompet saya, jadi Ina tidak perlu repot membantu saya.
Kemudian saya menyerahkan STNK dan SIM kepada pak polisi di sana. Seorang polisi berkata "Wah, mbak, wangi banget." Iyalah.. saya kan baru mandi, Pak. "Baru mandi sudah kena tilang? hahaha"
Dasar Pak Polisi. Saya kan nggak mungkin kena tilang kalau bapak tidak mangkal di situ.
Awalnya saya kira setelah menunjukkan STNK dan SIM, saya akan langsung dibebaskan. Ternyata perkiraan saya salah. STNK saya diambil. Kata pak polisi itu saya harus mengambilnya di Pengadilan saat sidang tanggal 20 nanti. Astaga.....
Kenapa begitu ya? Saya kan sudah menunjukkan surat-suratnya? Kok saya tetap kena denda sih? Peraturan ini sedikit berebihan saya rasa. Sebelum STNK saya diambil, kontak sepeda motor saya kan sudah diambil. Saya kira sepeda motor itu tidak bisa kembali kalau saya tidak bisa menunjukkan STNKnya. Tapi saya sudah menukarnya kan, Pak? Lalu sekarang kenapa STNKnya diambil? Apakah dengan lupa membawa STNK itu berarti saya merugikan pengguna jalan yang lain? Sehingga saya harus membayar denda untuk itu?
Jika saya tidak memakai helm, saya kira masuk akal kalau saya ditilang. Tidak memakai helm mungkin bisa berakibat mencederai saya sendiri. Tapi STNK? Apakah jika saya tidak membawanya akan mengakibatkan macet? Siapa yang akan cedera kalau saya tidak membawanya? Bahkan kalaupun saat itu saya tidak membawanya, toh saya sudah menunjukkannya, kan? Dan STNK itu juga atas nama saya. Terbukti, saya bukan maling. Saya hanya lupa membawanya. Itu saja. Apakah Pak polisi merasa rugi dengan rendahnya daya ingat saya?
Saya bisa terima kalau saya harus didenda karena tidak bisa menunjukkan STNK saya. Saya terima jika Bapak mau membawa sepeda motor saya. Tapi apa yang saya lakukan sehingga itu merugikan dan membuat saya pantas dihukum? Saya hanya pergi untuk menunjukkan kepada Bapak bahwa saya memiliki surat-surat kelengkapan sepeda motor saya.
aku juga pernah ngalamin itu, sepeda disita pulang ngambil stnk naik lin, nyampek TKP lagi tetep aja ditilang,padahal stnk uda cocok sm motornya, malah ditawari damai suruh bayar 50rb aja.. heuhhh,, gimana masyarakat mau percaya sm pakpol, kalo kelakuannya begitu,
ReplyDeleteiya tuh.. berlebihan deh....
ReplyDeletenegara ini seneng banget meres duit rakyat..
coba kalo aku anaknya pejabat, pasti langsung dibebasin.. >,<