Hari ini saya mengikuti training motivasi yang diadakan di gedung rektorat lantai tiga UNEJ. Peserta training sebenarnya adalah mahasiswa yang menerima beasiswa bidik misi angkatan tahun 2013. Tapi karena pesertanya kurang (menurut Pak Muji) maka beliau menyebar undangan ke semua orma di MIPA. Alhasil saya datang bersama Erin, Tutut, Hadi, dan Tifani.
Dengan Herdita Bambang S.T sebagai pematerinya, training dimulai pada pukul 09.00 WIB. Saya datang terlambat bersama Tifani. Erin, Tutut, dan Hadi lebih terlambat lagi. Jam Endonesia. hhe
Awalnya saya dan Erin mengira training yang diberikan nantinya bersifat fanatik. Acara bukan hanya sebatas training biasa, tapi lebih seperti pensucian diri di mata Tuhan. Semacam training ESQ untuk yang beragama Islam. Tapi ternyata kami keliru. Training murni memberikan motivasi dengan cara-cara umum dan bisa diikuti semua golongan umat.
Hal pertama yang saya dapatkan dari training adalah apa tujuan hidup saya. Jujur, pada sesi ini saya sedikit galau dengan pertanyaan tersebut. Karena saya memang masih nggrambyang, belum tahu mau dibawa kemana hidup saya nanti. Setelah itu saya dikenalkan dengan orang-orang luar biasa yang berhasil mengispirasi saya.
Kami dilihatkan oleh sebuah video dari seseorang bernama Nick Vujicic. seorang laki-laki yang terlahir tanpa tangan dan kaki. Di video itu Nick memperagakan bagaimana ia berdiri ketika terjatuh. Tanpa adanya tangan dan kaki tentu akan sangat sulit untuk berdiri bukan?
Pada awalnya Nick sempat hampir berputus asa. Tidak ada yang bisa dilakukan di dunia ini tanpa pertolongan orang lain. Tapi dia terus berusaha untuk melakukan semuanya seorang diri. Suatu hari dia pernah mencoba membuat susu sendiri, hasilnya adalah dia ketumpahan air panas di dadanya. Vujicic tidak menyerah. Dia lakukan lagi, lagi, dan lagi. Hingga akhirnya dia terjatuh. Dan ingat! dia tidak memiliki tangan dan kaki untuk membuat badannya tegak berdiri. Dia berusaha. Berpikir keras bagaimana caranya berdiri tanpa bantuan orang lain. Akhirnya dia menemukan sebuah cara. Dia letakkan kepalanya di lantai sebagai tumpuan badannya bisa berdiri. Dia letakkan kepalanya yang mulia di tempat terendah untuk membuat harga dirinya bangkit.
Dari Nick Vujicic saya belajar beberapa hal. Yang pertama, saya harus belajar bersyukur setiap waktu. Bersyukur tidak hanya berkata Alhamdulillah (bagi yang beragama Islam). Alhamdulillah butuh pengejewantahan. Bersyukur bisa dilakukan dengan tidak menyia-nyiakan waktu. Bersyukur bisa dilakukan dengan tidak meremehkan orang lain. Jika kita meremehkan orang lain, maka Tuhan juga akan meremehkan kita. Kedua, saya belajar untuk menjadi penolong diri sendiri. Jangan pernah terlalu mengasihani diri sendiri. Artinya saya tidak boleh mudah meminta pertolongan orang lain. Dan yang terakhir adalah berusaha menjadi penolong bagi orang lain.
Orang yang menginspirasi selanjutnya berasal dari Korea. He Ah Lee adalah seorang gadis yang bercita-cita menjadi pianis. Sayangnya dia hanya memiliki dua jari di masing-masing tangannya. Setiap hari dia bertanya kepada Ibunya, "Ibu, apakah aku bisa menjadi pemain piano?" Semua orang meremehkan gadis itu. Berkata tidak mungkin seorang yang tidak memiliki tangan cacat mampu menjadi pianis profesional. Tapi Ibunya selalu menjawab, "Ya, kamu pasti bisa." Hasilnya adalah He Ah Lee kini menjadi seorang pianis yang piawai.
Dari He Ah Lee saya belajar bahwa dukungan dan doa dari orang-orang terdekat adalah faktor yang bisa menunjang kesuksesan kita. Sering mendengar "Kamu pasti bisa" merupakan sugesti bagi otak kita untuk melakukan apa yang ada dalam pikiran kita. Dan kepercayaan dari orang-orang terdekat adalah sebuah kekuatan yang luar biasa. The power of mouth.
Itulah dua orang yang menginspirasi saya selama training berlangsung. Selain itu saya mendapatkan bahwa orang gagal selalu mencari alasan untuk tidak melakukan banyak hal. Sedangkan orang sukses selalu mencari cara untuk melakukan segalanya. Pada pokok pikiran itu tiba-tiba saya teringat kepada teman saya, Basith Arifianto.
Basith bukanlah orang cacat seperti Nick Vujicic maupun He Ah Lee. Dia terlahir normal dan baik-baik saja. Lepas dari sedikitnya pengetahuan saya tentang kehidupannya, saya mengenalnya sebagai sosok yang sulit untuk merasa keberatan. Dia selalu mau melakukan selama dia mampu dan selama itu baik untuk dilakukan. Mungkin dia tidak melakukan hal besar untuk dirinya sendiri seperti Vujicic ataupun berjuang keras mengejar cita-cita seperti He Ah Lee. Tapi apa yang dilakukan oleh kawan saya itu sangat berkebalikan dengan saya yang memiliki potensi dalam mencari alasan. Basith memposisikan dirinya sebagai pribadi yang bermanfaat sementara saya hanya menjadi pribadi yang suka mengeluh. Dia adalah kawan yang baik dan (katanya) tidak pernah merasa direpotkan oleh saya yang handal dalam membuat orang lain ikut kerepotan bersama saya.
Seperti beberapa hari yang lalu. Saat saya sedang berada di atas truk dalam perjalanan ke Papuma untuk acara pengukuhan anggota magang ALPHA angkatan VIII. Waktu itu pukul 02.00 dini hari. Saya dibuat kesal dengan kamera hasil pinjaman yang tiba-tiba tidak berfungsi seperti biasanya. Saya bertanya kepada Basith lewat sms tentang setting kamera yang mungkin telah diubah olehnya karena hari sebelumnya kamera itu memang sempat dia pegang. Setelah lama mengutek-utek, kamera tersebut tidak kunjung sembuh. Tidak ada yang bisa saya perbuat, sementara di situ tidak seorangpun yang paham betul dengan kamera DSLR. Akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk bengong saja. Basith bilang dia mau menyusul ke tempat saya berada untuk melihat kameranya. Saya bilang tidak usah karena saya sudah di jalan.
Ketika sudah sampai di Papuma, saya dikejutkan dengan kehadiran Basith yang tiba-tiba saja ada di belakang truk yang saya naiki. Katanya dia mau mencoba membetulkan kamera itu. Saya merasa tidak enak karena itu bukanlah masalah yang besar. Tapi Basith mau bela-belain berangkat ke Papuma dini hari hanya untuk membantu saya memperbaiki kamera, walaupun pada akhirnya kamera itu tetap tidak mau berfungsi seperti biasanya.
Sejak saat itu saya tau kalau Basith sudah bilang merah, maka artinya memang benar-benar merah. hehe
Sederhana, tapi berarti.
Saya rasa, saya memang harus banyak belajar dari ketiganya.
Untuk ketiga orang tersebut, terima kasih sudah menginspirasi :)
Salam saya
Maya
Dengan Herdita Bambang S.T sebagai pematerinya, training dimulai pada pukul 09.00 WIB. Saya datang terlambat bersama Tifani. Erin, Tutut, dan Hadi lebih terlambat lagi. Jam Endonesia. hhe
Awalnya saya dan Erin mengira training yang diberikan nantinya bersifat fanatik. Acara bukan hanya sebatas training biasa, tapi lebih seperti pensucian diri di mata Tuhan. Semacam training ESQ untuk yang beragama Islam. Tapi ternyata kami keliru. Training murni memberikan motivasi dengan cara-cara umum dan bisa diikuti semua golongan umat.
Hal pertama yang saya dapatkan dari training adalah apa tujuan hidup saya. Jujur, pada sesi ini saya sedikit galau dengan pertanyaan tersebut. Karena saya memang masih nggrambyang, belum tahu mau dibawa kemana hidup saya nanti. Setelah itu saya dikenalkan dengan orang-orang luar biasa yang berhasil mengispirasi saya.
Kami dilihatkan oleh sebuah video dari seseorang bernama Nick Vujicic. seorang laki-laki yang terlahir tanpa tangan dan kaki. Di video itu Nick memperagakan bagaimana ia berdiri ketika terjatuh. Tanpa adanya tangan dan kaki tentu akan sangat sulit untuk berdiri bukan?
Pada awalnya Nick sempat hampir berputus asa. Tidak ada yang bisa dilakukan di dunia ini tanpa pertolongan orang lain. Tapi dia terus berusaha untuk melakukan semuanya seorang diri. Suatu hari dia pernah mencoba membuat susu sendiri, hasilnya adalah dia ketumpahan air panas di dadanya. Vujicic tidak menyerah. Dia lakukan lagi, lagi, dan lagi. Hingga akhirnya dia terjatuh. Dan ingat! dia tidak memiliki tangan dan kaki untuk membuat badannya tegak berdiri. Dia berusaha. Berpikir keras bagaimana caranya berdiri tanpa bantuan orang lain. Akhirnya dia menemukan sebuah cara. Dia letakkan kepalanya di lantai sebagai tumpuan badannya bisa berdiri. Dia letakkan kepalanya yang mulia di tempat terendah untuk membuat harga dirinya bangkit.
Dari Nick Vujicic saya belajar beberapa hal. Yang pertama, saya harus belajar bersyukur setiap waktu. Bersyukur tidak hanya berkata Alhamdulillah (bagi yang beragama Islam). Alhamdulillah butuh pengejewantahan. Bersyukur bisa dilakukan dengan tidak menyia-nyiakan waktu. Bersyukur bisa dilakukan dengan tidak meremehkan orang lain. Jika kita meremehkan orang lain, maka Tuhan juga akan meremehkan kita. Kedua, saya belajar untuk menjadi penolong diri sendiri. Jangan pernah terlalu mengasihani diri sendiri. Artinya saya tidak boleh mudah meminta pertolongan orang lain. Dan yang terakhir adalah berusaha menjadi penolong bagi orang lain.
Orang yang menginspirasi selanjutnya berasal dari Korea. He Ah Lee adalah seorang gadis yang bercita-cita menjadi pianis. Sayangnya dia hanya memiliki dua jari di masing-masing tangannya. Setiap hari dia bertanya kepada Ibunya, "Ibu, apakah aku bisa menjadi pemain piano?" Semua orang meremehkan gadis itu. Berkata tidak mungkin seorang yang tidak memiliki tangan cacat mampu menjadi pianis profesional. Tapi Ibunya selalu menjawab, "Ya, kamu pasti bisa." Hasilnya adalah He Ah Lee kini menjadi seorang pianis yang piawai.
Dari He Ah Lee saya belajar bahwa dukungan dan doa dari orang-orang terdekat adalah faktor yang bisa menunjang kesuksesan kita. Sering mendengar "Kamu pasti bisa" merupakan sugesti bagi otak kita untuk melakukan apa yang ada dalam pikiran kita. Dan kepercayaan dari orang-orang terdekat adalah sebuah kekuatan yang luar biasa. The power of mouth.
Itulah dua orang yang menginspirasi saya selama training berlangsung. Selain itu saya mendapatkan bahwa orang gagal selalu mencari alasan untuk tidak melakukan banyak hal. Sedangkan orang sukses selalu mencari cara untuk melakukan segalanya. Pada pokok pikiran itu tiba-tiba saya teringat kepada teman saya, Basith Arifianto.
Basith bukanlah orang cacat seperti Nick Vujicic maupun He Ah Lee. Dia terlahir normal dan baik-baik saja. Lepas dari sedikitnya pengetahuan saya tentang kehidupannya, saya mengenalnya sebagai sosok yang sulit untuk merasa keberatan. Dia selalu mau melakukan selama dia mampu dan selama itu baik untuk dilakukan. Mungkin dia tidak melakukan hal besar untuk dirinya sendiri seperti Vujicic ataupun berjuang keras mengejar cita-cita seperti He Ah Lee. Tapi apa yang dilakukan oleh kawan saya itu sangat berkebalikan dengan saya yang memiliki potensi dalam mencari alasan. Basith memposisikan dirinya sebagai pribadi yang bermanfaat sementara saya hanya menjadi pribadi yang suka mengeluh. Dia adalah kawan yang baik dan (katanya) tidak pernah merasa direpotkan oleh saya yang handal dalam membuat orang lain ikut kerepotan bersama saya.
Seperti beberapa hari yang lalu. Saat saya sedang berada di atas truk dalam perjalanan ke Papuma untuk acara pengukuhan anggota magang ALPHA angkatan VIII. Waktu itu pukul 02.00 dini hari. Saya dibuat kesal dengan kamera hasil pinjaman yang tiba-tiba tidak berfungsi seperti biasanya. Saya bertanya kepada Basith lewat sms tentang setting kamera yang mungkin telah diubah olehnya karena hari sebelumnya kamera itu memang sempat dia pegang. Setelah lama mengutek-utek, kamera tersebut tidak kunjung sembuh. Tidak ada yang bisa saya perbuat, sementara di situ tidak seorangpun yang paham betul dengan kamera DSLR. Akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk bengong saja. Basith bilang dia mau menyusul ke tempat saya berada untuk melihat kameranya. Saya bilang tidak usah karena saya sudah di jalan.
Ketika sudah sampai di Papuma, saya dikejutkan dengan kehadiran Basith yang tiba-tiba saja ada di belakang truk yang saya naiki. Katanya dia mau mencoba membetulkan kamera itu. Saya merasa tidak enak karena itu bukanlah masalah yang besar. Tapi Basith mau bela-belain berangkat ke Papuma dini hari hanya untuk membantu saya memperbaiki kamera, walaupun pada akhirnya kamera itu tetap tidak mau berfungsi seperti biasanya.
Sejak saat itu saya tau kalau Basith sudah bilang merah, maka artinya memang benar-benar merah. hehe
Sederhana, tapi berarti.
Saya rasa, saya memang harus banyak belajar dari ketiganya.
Untuk ketiga orang tersebut, terima kasih sudah menginspirasi :)
Salam saya
Maya
0 comments:
Post a Comment