Subscribe:

Tuesday 16 May 2017

Penoda Agama yang Sesungguhnya

Sampai hari ini saya masih tidak habis pikir. Saya buntu. Kok bisa Ahok divonis bersalah menodai agama? Emang agama itu makhluk hidup, yang bisa merasa tersinggung pas diejek? Nggak, toh? Lha buktinya yang demo-demo itu bukan agama, tapi orang yang bawa-bawa agama.

Kata seorang teman, saya ini imannya enggak kuat. Makanya pas ada orang yang ngejek agamanya biasa aja. Enggak mau bela agamanya. Menurut dia, kuat lemahnya iman orang diukur dari seberapa besar hatinya tersinggung karena agamanya diejek. Loh, kowe ini manusia opo Tuhan? Kok bisa ngukur kadar imannya orang.

Menodai menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya menjadikan ada nodanya; mengotori; mencemarkan; menjelekkan; atau merusak. Terus saya tanya, ketika ada orang yang menjelek-jelekkan agama yang tak dianutnya, apakah lantas membuat agama itu jelek? Ketika ada orang bilang Islam itu agama sesat, kitabnya bohongan, apakah serta merta membuat Islam jadi demikian?

Saya sih, mungkin karena imannya cethek, jadi enggak mikir begitu. Saya, seberapapun orang menghujat, saya akan tetap merasa bahwa Islam adalah agama yang mulia. Agama yang akan saya yakini kebenarannya sampai akhir hayat. Justru yang membuat iman saya rontok terkadang adalah karena para penganut agama itu.

Saya teringat cerita seorang pemuda yang ingin pergi belajar agama Islam ke Madinah. Selama perjalanan, pemuda ini selalu membayangkan bahwa kota dengan mayoritas muslim itu adalah kota yang damai, makmur, dan penuh cahaya Islam. Tapi ketika sampai, ia melihat pengemis bertebaran di seluruh pelosok kota. Preman-preman mangkal di sudut kota minum alkohol. Pencopet berkeliaran. Dan pemandangan yang jauh dari bayangannya selama perjalanan. Si pemuda kecewa luar biasa.

Sambil menahan marah, si pemuda menemui guru agamanya. Ia bertanya, bagaimana bisa kota yang penuh dengan umat muslim ini sangat jauh dari kesan islami? Bagaimana bisa kemungkaran ada di sana sini sedangkan nyaris seluruhnya beragama Islam? Bukankah Islam itu agama yang damai, mensejahterakan, dan mulia? Sang guru meneteskan air mata mendengar cerita si pemuda. Lalu ia berkata, "Nak, sesungguhnya sinar cahaya Islam itu sangat terang. Tapi ia ditutupi oleh ulah umatnya sendiri."

Begitulah sudara, kenapa saya selalu santai ketika ada orang non muslim yang mengolok-olok agama saya. Entah mereka sengaja atau tidak. Sebab yang bisa menjaga terangnya sinar agama adalah si pemeluknya sendiri. Bagi saya, membela agama bukan dengan menghukum orang yang mengolok, tapi membuat mereka keliru menilai agama saya. Kitab saya.

Kembali kepada soal hukuman Ahok. Saya setuju bahwa Ahok sedang meledek. Tapi saya tidak sepakat dia menodai agama. Satu-satunya yang merasa tersinggung adalah sebagian umat Islam. Catat! SEBAGIAN. Jadi menurut saya, yang lagi-lagi cethek iman dan dangkal ilmu ini, Ahok tidak menista agama, tapi ia bersalah menghina sebagian golongan.

Sekali lagi, agama adalah kepercayaan. Menista agama berarti menodai kepercayaan. Masalahnya, tak semua umat merasa kepercayaannya ternoda. Lalu bagaimana implementasi Pasal 156 a KUHP? Apa pasal ini bisa digunakan asal mayoritas umat menyetujui? Nah kalau gitu mestinya voting dong seluruh dunia. Kan, Islam enggak cuma di DKI saja.

Lagian, semua muslim saya kira sudah sepakat bahwa Islam adalah agama yang turun dari langit. Kalau ada yang ngejek-ngejek Islam, kenapa hukumannya enggak dipasrahin sama langit aja sih? Bukannya sok menggurui. Saya hanya yakin Tuhan lebih adil timbang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.