Subscribe:

Thursday 24 January 2013

inilah aku

bangun jam 05.16 dini hari pada tanggal 24 januari 2013. aku diam didepan kaca. melamun. memencet jerawat. menggosok kulit mati yang terkelupas. 10 menit kemudian, aku pergi ke kamar mandi untuk ambil wudhu. setelah itu aku sholat subuh selama 2 menit karena aku tergesa-gesa oleh matahari yang sudah berkedip-kedip. 10 menit yang sia2 untuk solat subuh kilat 2 menit. astaghfirullah.......memang benar itu kulakukan Ya Allah. dan aku melakukannya hampir setiap hari. betapa durhakanya aku masih tetap melakukannya walaupun sudah menyadarinya. bukannya berbenah untuk lebih tepat waktu dalam solatku, aku malah menghujatmu karena merasa tidak diingatkan olehMu.

ketika aku pergi kuliah yang seharusnya masuk jam 07.00, aku sengaja berlama-lama berpatut di depan cermin hingga akhirnya aku terlambat dan tertinggal apa yang disampaikan dosen.  ketertinggalan itu tentu saja membuatku malas. malas mendengarkan, malas mencatat, malas membaca, malas menulis, malas berpikir..
padahal di rumah, ibu sengaja tidak masak hidangan yang mewah. ibu tidak membeli parfum, ibu tidak beli baju baru, ibu tidak pernah berdandan seperti ibu-ibu lainnya. itu tidak dilakukan ibu karena ibu ingin menyisihkan uang belanjanya untukku. karena jika aku kehabisan uang di sini, ibu takut aku kelaparan dan tidak konsen pada kuliahku. ibu sangat mempedulikan aku dibanding dirinya sendiri.

lalu ketika ujian, aku tidak pernah benar-benar mempersiapkan diri. aku hanya membolak-balik modul atau main hp atau nonton film, atau bahkan pergi kencan..
tak diragukan lagi rantai carbon mendominasi nilai-nilaiku.
sayangnya aku tak ambil pusing dengan nilai 'cukup' yang kuraih. masih bisa di SP atau diulang kan? otakku mengambil keputusan cepat tanpa memikirkan hal lain.
hal lain itu adalah waktu. waktu yang kusia-siakan untuk kebodohan dan kemaksiatan. aku membuat waktuku untuk lulus lebih lama dari yang seharusnya.
dan waktu meminta bayaran kepada bapakku. untuk bayar SPP, kos, makan sehari-hari, pulsa, bensin, dan kebutuhan lain yang kubuat-buat agar aku diberi uang.

bapak sekarang kerjanya jauh. sering nggak pulang karena capek kalau bolak-balik. bapak itu orang yang kuat. walaupun mukanya sudah belang item dan perutnya sering sakit, bapak masih tetap semangat berangkat kerja. semata-mata buat aku. buat kuliahku yang tidak serius kujalani.
apa iya ya? usaha bapak yang sampek cuma makan nasi sama kuah tiap hari nantinya tidak akan membuahkan hasil yang manis?
bapak sekarang sudah tua, tidak seharusnya bapak kerja yang berat-berat terus. masalahnya aku ini anak pertama yang nggak berguna. aku cuma telpon bapak kalau duit habis. selain itu? tidak pernah. aku pulang ke rumah kalau ibu sudah benar-benar memohon kepadaku agar aku pulang. selain itu? tidak pernah.
aku tidak pernah mempertanyakan apakah ibu dan bapak sehat, apakah rejeki bapak tidak mampet, apakah adik2 dirumah lancar sekolahnya, apakah mbah uti baik-baik saja di rumahnya sendirian.
tidak pernah.

sebaliknya, ibu selalu menanyakan bagaimana kesehatanku, adik-adik selalu menanyakan kapan aku pulang? adik sudah rindu, bapak selalu menanyakan apakah aku masih punya uang? mbah uti selalu mengingatkan aku untuk jangan pernah meninggalkan solat, tetap belajar yang rajin, jadilah kebanggaan keluarga...
tuntutannya hanya sederhana, tapi tak pernah mampu kulakukan. sebaliknya, aku selalu menuntut untuk beli laptop, ganti sepeda motor, kost di tempat yang mahal, kursus bahasa inggris, dan tuntutanku yang lain. bapak, ibu, dan mbah uti tak pernah berhenti berusaha untuk memenuhinya. agar kuliahku semakin lancar, agar aku bisa menjadi orang yang sukses, agar aku bisa mandiri..

tapi apa yang kulakukan?
larangan Allah yang giat kulakukan, perintahNya juga giat kuhindari. Sholat 5 waktu menjadi 4 waktu, 3 waktu, bahkan tidak ada waktu. puasa sunnah tak lagi kulakukan. lebih baik beli baju Rp100ribu daripada beramal Rp1000.

ketika ibu menanyakan berapa IPku, aku berusaha keras memikirkan berapa IP yang harus kutinggikan sebagai jawaban yang wajar.
tapi ibu diam walaupun tau yang sebenarnya. ibu tetap bersabar menunggu kebenaran dari mulutku tanpa harus bertanya terlebih dahulu. ibu menunggu penjelasan kebohonganku dengan tetap menjadi ibu yang baik dan selalu mengkhawatirkanku.
dan bapak tetap menjadi satu-satunya bapakku yang membesarkanku, mencukupiku dan segala kebohonganku.

adik-adikku, yang selalu menunggu kepulanganku. mereka rindu pada seorang kakak yang pulang dengan membawa mainan dan lalu mengajaknya bermain. rasanya ingin sekali digendong oleh kakak, mandi bersama kakak, makan disuapi kakak, dan tidur dibacakan dongeng oleh kakak.

mbah uti yang tinggal sendirian di rumah, selalu mendambakan cucunya untuk menemaninya. mendambakan masak bersama, jalan-jalan bersama, sholat subuh berjamaah, nonton tivi bersama seperti dulu. tidak sendirian seperti sekarang. mbah ingin ditemani.

kapan aku bisa berhenti melakukan ini padaMu, pada ibuku, pada bapakku, pada adik-adikku, dan pada mbah utiku Ya Allah?
hanya kalimat itu yang selalu aku lontarkan tanpa tindakan apapun
dan tiap kali aku menangisi kedurhakaanku, tiap kali itulah aku berniat untuk merubah diri
sayangnya, hanya pada saat itu saja
aku tak tau akan menangis berapa kali lagi