Subscribe:

Saturday, 28 December 2013

Kepada Ibu

Ibuku melahirkan tiga orang anak. Aku yang pertama. Kedua adik laki-lakiku saat ini masih tinggal bersama Ibu. Sementara aku tinggal di perantauan.

Aku tidak seperti adik-adikku yang selalu mengucapkan selamat hari Ibu setiap tanggal 22 Desember. Aku tidak seperti adik-adikku yang terkadang memberikan kejutan manis untuk merayakan hari itu. Barangkali aku pernah melakukannya saat aku masih kecil tapi lupa atau barangkali aku memang tidak pernah sekalipun melakukannya.

Kepada Ibu aku sangat tertutup. Aku tidak berani bercerita tentang IP-ku yang pernah jatuh drastis. Aku tidak mau bercerita bahwa aku pernah ditipu orang dan mengalami kerugian yang besar. Bahkan aku enggan menceritakan hatiku yang sedang dipermainkan oleh seorang laki-laki.

Sebenarnya aku sangat ingin bercerita kepada Ibu. Berharap Ibu akan memelukku dan memarahi orang-orang yang membuatku menangis seperti kala lalu. Tapi hidup tidaklah statis. Aku sudah beranjak dari kenyamanan lengan Ibu yang dulu selalu menggendongku. Jangan khawatir aku akan lupa dengan gurat wajahmu yang meneduhkan itu. Aku mungkin hanya akan sedikit terkejut ketika melihat uban di rambut Ibu sudah lebih banyak dari terakhir kali aku melihatnya.

Mungkin aku tidak perhatian seperti adik-adik, dan aku terlalu penyendiri. Aku juga bukan tipe anak yang betah berdiam diri di rumah untuk membantu pekerjaan orang tua. Saat ini, aku hanyalah seonggok daging dengan nama yang hanya membuat bumi jadi sumpek dengan kehadiranku.

Suatu hari seorang teman baikku bertanya kenapa aku tidak suka pulang ke rumah. Aku jawab karena di rumah aku selalu merasa bosan dan tidak ada pekerjaan menyenangkan yang bisa dilakukan. Kemudian dia berkata, "Padahal lo, pekerjaan paling menyenangkan itu melihat senyum Ibu di rumah."

Yah, begitulah jawabannya. Sederhana, tapi benar adanya. Dan selama ini tidak pernah kusadari.

0 comments:

Post a Comment