Subscribe:

Saturday 28 December 2013

Belajar dari Nick Vujicic, He Ah Lee, dan Basith Arifianto

Hari ini saya mengikuti training motivasi yang diadakan di gedung rektorat lantai tiga UNEJ. Peserta training sebenarnya adalah mahasiswa yang menerima beasiswa bidik misi angkatan tahun 2013. Tapi karena pesertanya kurang (menurut Pak Muji) maka beliau menyebar undangan ke semua orma di MIPA. Alhasil saya datang bersama Erin, Tutut, Hadi, dan Tifani.

Dengan Herdita Bambang S.T sebagai pematerinya, training dimulai pada pukul 09.00 WIB. Saya datang terlambat bersama Tifani. Erin, Tutut, dan Hadi lebih terlambat lagi. Jam Endonesia. hhe

Awalnya saya dan Erin mengira training yang diberikan nantinya bersifat fanatik. Acara bukan hanya sebatas training biasa, tapi lebih seperti pensucian diri di mata Tuhan. Semacam training ESQ untuk yang beragama Islam. Tapi ternyata kami keliru. Training murni memberikan motivasi dengan cara-cara umum dan bisa diikuti semua golongan umat.

Hal pertama yang saya dapatkan dari training adalah apa tujuan hidup saya. Jujur, pada sesi ini saya sedikit galau dengan pertanyaan tersebut. Karena saya memang masih nggrambyang, belum tahu mau dibawa kemana hidup saya nanti. Setelah itu saya dikenalkan dengan orang-orang luar biasa yang berhasil mengispirasi saya.

Kami dilihatkan oleh sebuah video dari seseorang bernama Nick Vujicic. seorang laki-laki yang terlahir tanpa tangan dan kaki. Di video itu Nick memperagakan bagaimana ia berdiri ketika terjatuh. Tanpa adanya tangan dan kaki tentu akan sangat sulit untuk berdiri bukan?

Pada awalnya Nick sempat hampir berputus asa. Tidak ada yang bisa dilakukan di dunia ini tanpa pertolongan orang lain. Tapi dia terus berusaha untuk melakukan semuanya seorang diri. Suatu hari dia pernah mencoba membuat susu sendiri, hasilnya adalah dia ketumpahan air panas di dadanya. Vujicic tidak menyerah. Dia lakukan lagi, lagi, dan lagi. Hingga akhirnya dia terjatuh. Dan ingat! dia tidak memiliki tangan dan kaki untuk membuat badannya tegak berdiri. Dia berusaha. Berpikir keras bagaimana caranya berdiri tanpa bantuan orang lain. Akhirnya dia menemukan sebuah cara. Dia letakkan kepalanya di lantai sebagai tumpuan badannya bisa berdiri. Dia letakkan kepalanya yang mulia di tempat terendah untuk membuat harga dirinya bangkit.

Dari Nick Vujicic saya belajar beberapa hal. Yang pertama, saya harus belajar bersyukur setiap waktu. Bersyukur tidak hanya berkata Alhamdulillah (bagi yang beragama Islam). Alhamdulillah butuh pengejewantahan. Bersyukur bisa dilakukan dengan tidak menyia-nyiakan waktu. Bersyukur bisa dilakukan dengan tidak meremehkan orang lain. Jika kita meremehkan orang lain, maka Tuhan juga akan meremehkan kita. Kedua, saya belajar untuk menjadi penolong diri sendiri. Jangan pernah terlalu mengasihani diri sendiri. Artinya saya tidak boleh mudah meminta pertolongan orang lain. Dan yang terakhir adalah berusaha menjadi penolong bagi orang lain.

Orang yang menginspirasi selanjutnya berasal dari Korea. He Ah Lee adalah seorang gadis yang bercita-cita menjadi pianis. Sayangnya dia hanya memiliki dua jari di masing-masing tangannya. Setiap hari dia bertanya kepada Ibunya, "Ibu, apakah aku bisa menjadi pemain piano?" Semua orang meremehkan gadis itu. Berkata tidak mungkin seorang yang tidak memiliki tangan cacat mampu menjadi pianis profesional. Tapi Ibunya selalu menjawab, "Ya, kamu pasti bisa." Hasilnya adalah He Ah Lee kini menjadi seorang pianis yang piawai.

Dari He Ah Lee saya belajar bahwa dukungan dan doa dari orang-orang terdekat adalah faktor yang bisa menunjang kesuksesan kita. Sering mendengar "Kamu pasti bisa" merupakan sugesti bagi otak kita untuk melakukan apa yang ada dalam pikiran kita. Dan kepercayaan dari orang-orang terdekat adalah sebuah kekuatan yang luar biasa. The power of mouth.

Itulah dua orang yang menginspirasi saya selama training berlangsung. Selain itu saya mendapatkan bahwa orang gagal selalu mencari alasan untuk tidak melakukan banyak hal. Sedangkan orang sukses selalu mencari cara untuk melakukan segalanya. Pada pokok pikiran itu tiba-tiba saya teringat kepada teman saya, Basith Arifianto.

Basith bukanlah orang cacat seperti Nick Vujicic maupun He Ah Lee. Dia terlahir normal dan baik-baik saja. Lepas dari sedikitnya pengetahuan saya tentang kehidupannya, saya mengenalnya sebagai sosok yang sulit untuk merasa keberatan. Dia selalu mau melakukan selama dia mampu dan selama itu baik untuk dilakukan. Mungkin dia tidak melakukan hal besar untuk dirinya sendiri seperti Vujicic ataupun berjuang keras mengejar cita-cita seperti He Ah Lee. Tapi apa yang dilakukan oleh kawan saya itu sangat berkebalikan dengan saya yang memiliki potensi dalam mencari alasan. Basith memposisikan dirinya sebagai pribadi yang bermanfaat sementara saya hanya menjadi pribadi yang suka mengeluh. Dia adalah kawan yang baik dan (katanya) tidak pernah merasa direpotkan oleh saya yang handal dalam membuat orang lain ikut kerepotan bersama saya.

Seperti beberapa hari yang lalu. Saat saya sedang berada di atas truk dalam perjalanan ke Papuma untuk acara pengukuhan anggota magang ALPHA angkatan VIII. Waktu itu pukul 02.00 dini hari. Saya dibuat kesal dengan kamera hasil pinjaman yang tiba-tiba tidak berfungsi seperti biasanya. Saya bertanya kepada Basith lewat sms tentang setting kamera yang mungkin telah diubah olehnya karena hari sebelumnya kamera itu memang sempat dia pegang. Setelah lama mengutek-utek, kamera tersebut tidak kunjung sembuh. Tidak ada yang bisa saya perbuat, sementara di situ tidak seorangpun yang paham betul dengan kamera DSLR. Akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk bengong saja. Basith bilang dia mau menyusul ke tempat saya berada untuk melihat kameranya. Saya bilang tidak usah karena saya sudah di jalan.

Ketika sudah sampai di Papuma, saya dikejutkan dengan kehadiran Basith yang tiba-tiba saja ada di belakang truk yang saya naiki. Katanya dia mau mencoba membetulkan kamera itu. Saya merasa tidak enak karena itu bukanlah masalah yang besar. Tapi Basith mau bela-belain berangkat ke Papuma dini hari hanya untuk membantu saya memperbaiki kamera, walaupun pada akhirnya kamera itu tetap tidak mau berfungsi seperti biasanya.

Sejak saat itu saya tau kalau Basith sudah bilang merah, maka artinya memang benar-benar merah. hehe
Sederhana, tapi berarti.

Saya rasa, saya memang harus banyak belajar dari ketiganya.
Untuk ketiga orang tersebut, terima kasih sudah menginspirasi :)


Salam saya

Maya

Kepada Ibu

Ibuku melahirkan tiga orang anak. Aku yang pertama. Kedua adik laki-lakiku saat ini masih tinggal bersama Ibu. Sementara aku tinggal di perantauan.

Aku tidak seperti adik-adikku yang selalu mengucapkan selamat hari Ibu setiap tanggal 22 Desember. Aku tidak seperti adik-adikku yang terkadang memberikan kejutan manis untuk merayakan hari itu. Barangkali aku pernah melakukannya saat aku masih kecil tapi lupa atau barangkali aku memang tidak pernah sekalipun melakukannya.

Kepada Ibu aku sangat tertutup. Aku tidak berani bercerita tentang IP-ku yang pernah jatuh drastis. Aku tidak mau bercerita bahwa aku pernah ditipu orang dan mengalami kerugian yang besar. Bahkan aku enggan menceritakan hatiku yang sedang dipermainkan oleh seorang laki-laki.

Sebenarnya aku sangat ingin bercerita kepada Ibu. Berharap Ibu akan memelukku dan memarahi orang-orang yang membuatku menangis seperti kala lalu. Tapi hidup tidaklah statis. Aku sudah beranjak dari kenyamanan lengan Ibu yang dulu selalu menggendongku. Jangan khawatir aku akan lupa dengan gurat wajahmu yang meneduhkan itu. Aku mungkin hanya akan sedikit terkejut ketika melihat uban di rambut Ibu sudah lebih banyak dari terakhir kali aku melihatnya.

Mungkin aku tidak perhatian seperti adik-adik, dan aku terlalu penyendiri. Aku juga bukan tipe anak yang betah berdiam diri di rumah untuk membantu pekerjaan orang tua. Saat ini, aku hanyalah seonggok daging dengan nama yang hanya membuat bumi jadi sumpek dengan kehadiranku.

Suatu hari seorang teman baikku bertanya kenapa aku tidak suka pulang ke rumah. Aku jawab karena di rumah aku selalu merasa bosan dan tidak ada pekerjaan menyenangkan yang bisa dilakukan. Kemudian dia berkata, "Padahal lo, pekerjaan paling menyenangkan itu melihat senyum Ibu di rumah."

Yah, begitulah jawabannya. Sederhana, tapi benar adanya. Dan selama ini tidak pernah kusadari.

Friday 27 December 2013

Ketemu Andreas Harsono Part #2

Pertemuan saya dengan Andreas Harsono di acara launching majalah IDEAS sudah cukup membuat saya kegirangan. Walaupun tidak puas dengan hasil foto saya dan Andreas yang gelap dan tidak jelas. Bagi saya, Andreas adalah sosok yang ramah dan tidak sombong. Baca cerita pertemuan saya dengan Andreas di sini.

Sebelum saya bertemu Andreas malam itu, saya pernah bicara dengan Mas Diki perihal saya ingin mengundang Andreas untuk menjadi pemateri dalam forum suatu hari nanti. Menurutnya, kemungkinan Andreas mau menjadi pemateri dalam forum kecil lingkup Jember sangat kecil. Selain jam terbang Andreas yang sudah tinggi, biayanya pun juga tidak murah. Akhirnya saya memilih untuk mengecilkan harapan saya.

Senin sore, 16 Desember, Mas Diki mem-WA saya. Kira-kira isinya begini,"masih pengen ketemu andreas dalam forum?". Saya jawab,"pengeeeeen". Kemudian Mas Diki bilang,"hari rabu siang jam 1 alpha bisa nyiapin tempat? andreas mau ngisi materi jurnalisme sastrawi." Saya spechless. Tidak bisa berkata-kata.

Karena saya dan kawan-kawan pesimis untuk mendatangkan Andreas dalam forum lain dengan gratis, akhirnya saya dan teman-teman ALPHA memanfaatkan keadaan ini. Kami jadikan sharing bersama Andreas menjadi acara kuliah umum dalam rangka bulan bahasa. hehe. maaf ya teman-teman... kami memang licik.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kebetulan hari itu bertepatan dengan jadwal ujian magang saya, sehingga saya tidak bisa membantu persiapan kawan-kawan ALPHA. Sebenarnya saya sudah selesai diuji pukul 12.00, tetapi Pak Alfian melarang saya keluar terlebih dahulu. Katanya masuk bareng, keluar bareng. Akhirnya saya mengendap-endap keluar menuju kelas tempat berlangsungnya sharing bersama Andreas.

Peserta forum yang kami perkirakan hanya berjumlah 20 orang ternyata keliru. Peserta yang hadir mencapai sekitar 50 mahasiswa. Kursi di dalam kelas penuh sesak. Ternyata bukan cuma saya yang antusias ingin ketemu Andreas. hehe

Selama satu jam Andreas menjelaskan materinya, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Pukul 16.00 Andreas mengakhiri kelasnya. Di akhir acara, seluruh peserta meminta foto bersama Andreas, dan inilah hasilnya :)
Akhirnya saya berhasil mendapatkan foto berdua dengan Andreas Harsono yang jelas dan terang :)
like father and daughter, right? :D

Wednesday 18 December 2013

Ketemu Andreas Harsono

Pertama kali saya mendengar nama Andreas Harsono adalah ketika saya akan mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) di Semarang setahun yang lalu. Saat itu pemateri yang akan mengisi pelatihan adalah Andreas. Pada lampiran formulir pendaftaran ada silabus materi yang harus dipelajari peserta sebelum mengikuti pelatihan. Sehingga saya mencari di mesin pencari internet tentang materi-materi tersebut dan meminjam sejumlah buku yang menjadi bacaan wajib peserta. Salah satu buku yang wajib dibaca itu berjudul 'Agama' Saya adalah Jurnalisme karya Andreas Harsono.

Dari situlah saya mulai mencari tahu tentang beliau. Pria kelahiran Jember ini adalah seorang peneliti hak asasi manusia yang berbasis di Jakarta. Andreas sudah melakukan perjalanan ke lebih dari 80 wilayah di Indonesia. Buku Andreas yang diterbitkan selain 'Agama' Saya adalah Jurnalisme adalah Sebuah Antologi pada Jurnalisme dan co-edited Jurnalisme Sastrawi dalam Narrative Reporting, semua dalam bahasa Indonesia. Andreas membantu mendirikan Aliansi Jurnalistik Independen Jakarta, Institut untuk Studi Arus Informasi, dan pendiri Yayasan Pantau. Selain itu beliau juga menjadi anggota dari Konsorsium Internasional Jurnalisme Investigasi. Pada tahun 1999, Andreas menerima beasiswa Nieman untuk belajar jurnalistik dari Universitas Harvard.

Hari dimana saya harus berangkat ke Semarang untuk mengikuti PJTL pun tiba. Perjalanan sehari semalam yang saya tempuh beserta rombongan dari Jember terasa begitu lama. Saya ingin segera bertemu dengan Andreas Harsono. Betapa mengecewakannya ketika tiba di sana, ternyata bukan Andreas yang duduk di samping proyektor sebagai pemateri. Ada miss komunikasi antara panitia dengan Andreas sehingga beliau yang saat itu berada di California tidak bisa menghadiri pelatihan kami. Sebagai gantinya Imam Shofwan selaku Direktur Yayasan Pantau yang menjadi mentor kami saat itu.

Setelah pulang dari PJTL itu saya semakin aktif di dunia tulis menulis. Saya mengikuti blog Andreas Harsono sehingga saya bisa update tulisan-tulisan terbarunya. Di blog Andreas Harsono banyak cerita tentang kasus diskriminasi kaum minoritas yang melanggar hak asasi manusia. Di sana Andreas juga menuliskan kelas-kelas dan pengalaman mengajarnya. Saya banyak belajar dari tulisan-tulisannya.

***

Semua berawal dari ketika saya membicarakan salah satu program kerja ALPHA yang bertajuk kuliah umum, saya nyeletuk bagaimana kalau kita mengundang Andreas Harsono menjadi pemateri kuliah umum kita. Menurut Erin kemungkinannya kecil karena Andreas adalah orang yang sibuk dan kita tidak akan sanggup memberikan fee yang pantas untuknya.

Beberapa hari kemudian, ALPHA diminta oleh Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) untuk menjadi tuan rumah dalam acara diskusi advokasi pers mahasiswa. Mas Mahbub, alumni IDEAS, LPM di Fakultas Sastra yang menjadi pemateri. Diskusi berjalan mulai dari jam 20.00 hingga 24.00 WIB.

Semua berawal dari ketika saya tidak sengaja mendengar Mas Mahbub berkata bahwa dia harus segera mengakhiri diskusi kita malam ini karena ada janji dengan Andreas. Saya lantas bertanya kepada Mas Cetar yang saat itu duduk di samping saya apakah yang dimaksud Mas Mahbub ini adalah Andreas Harsono. Ternyata benar. Kemudian saya meminta kepada Mas Diki untuk dikenalkan dengan Andreas. Tapi kata Mas Diki, Andreas susah ditemui, beliau sangat sibuk.

Keesokan harinya saya mendapat kabar bahwa Andreas akan hadir di launching majalah IDEAS. Saya yang memang ingin sekali bertemu beliau akhirnya datang ke acara itu. Siangnya saya men-twit seperti ini "nggak sabar pingin ketemu @andreasharsono". 

Sesampainya di sana, saya kira akan ada diskusi yang melibatkan Andreas. Ternyata tidak ada. Andreas hanya menjenguk sebentar. Saat itu saya berada di dalam aula. Saya melihat sosoknya di luar jendela sedang berbicara dengan Saddam. Seorang pria berkulit putih, bertubuh agak gemuk dan rambut beruban. Meski rambut bagian atasnya sudah putih, wajahnya masih terlihat muda. Saya mengenali sosok itu dari foto di blog yang selama ini saya ikuti. Itu Andreas Harsono.

Sejurus kemudian saya langsung berhambur keluar ruangan. Sedikit malu-malu saya mendatangi dan menyalaminya. "Andreas" begitu katanya. Lantas saya juga menyebutkan nama saya. "Oh, ini maya yang di twitter tadi ya?" Oh meeen.... Ternyata bapak ini melihat mention saya kepadanya. Betapa rendah hatinya. Lalu kami melakukan sedikit obrolan. Andreas bercerita kalau dia sering ke sini karena orang tuanya tinggal di Jember. Saya bingung memanggilnya bagaimana, kemudian "Om, boleh minta foto bareng?"

 photo by Dani
Foto di atas memang gelap dan tidak jelas. Tapi percayalah, dua orang dalam foto itu adalah saya dan Andreas Harsono. :)

bersambung....

Tuesday 17 December 2013

Seorang Diri

Seringkali saya merasa telah melakukan hal yang salah di mata orang lain. Tapi ketika saya menengok apa yang baru saja saya lakukan, tak ada celah dimana saya bisa menyalahkan diri saya sendiri. Mungkin peribahasa gajah di pelupuk mata tidak nampak, semut di seberang lautan nampak memang berlaku pada manusia egois seperti saya. Saya terlalu lemah untuk menyadari kesalahan diri sendiri. Tapi bukan itu yang ingin saya sampaikan.

Saya tidak suka dianggap salah. Bukan berarti saya selalu ingin dianggap benar. Terkadang saya hanya kesulitan menyampaikan maksud saya kepada kalian sehingga saya selalu dianggap salah. Padahal yang saya ingin sampaikan adalah sama dengan pemikiran kalian. Mungkin hanya cara saya yang keliru atau intonasi nada bicara saya yang terlalu bersemangat sehingga kalian menganggap saya terlalu memaksakan kehendak. Dan pada akhirnya kalian akan menghindari berbicara dengan saya. Itulah sebabnya, saya berusaha meminimalisir kesalahpahaman di antara kita.

Tapi perbedaan tidak pernah bisa dihindari, ataupun diminimalisir. Setiap kita berjalan dengan cara yang berbeda, seperti ada jurang yang berada di tengah-tengah kita. Jurang yang membelah jalan kita yang semula satu dan lurus menjadi dua bagian. Jurang itu membuat kalian tidak mau bergandengan dengan saya. Kalian lebih suka berjalan dengan orang yang berada di sisi jalan yang sama. Sedangkan saya, sendirian di sisi jalan yang lain. Berusaha mengulurkan tangan dan berharap kalian mau menggandeng saya juga. Akhirnya kita tetap bisa berjalan beriringan. Tapi bukan karena kalian yang menggandeng tangan saya, melainkan tangan saya yang mencengkeram lengan kalian agar jalan saya tidak berbelok.

Panjang jurang itu memang tidak panjang, tapi terasa menyakitkan jika saya melalui jalan pendek itu seorang diri.

Bung Karno : Mati tanpa Melawan

Lagu Indonesia Raya melantun bersama pengibaran bendera merah putih di layar bioskop. Semua orang di bilik kanan berdiri sambil menyanyikan lagu kebangsaan dengan khidmat. Saya, Aldhy, Alit, dan Fian hanya berdiri saja sambil mulutnya umik-umik.

Sebenarnya saya baru tahu tentang film ini semalam. Hasil dari membaca blog Penulis dan Sastra. Judulnya Soekarno. Film yang menceritakan sejarah masa penjajahan hingga kemerdekaan bangsa Indonesia dengan Soekarno sebagai tokoh utamanya ini berhasil mendorong saya untuk kembali membuka-buka buku sejarah.

Film ini tidak menceritakan detail kehidupan Soekarno. Tapi cukup memberikan gambaran bagaimana sosok Soekarno hingga sampai menjabat sebagai Bapak Negara Indonesia. Selain masalah politik dan perjuangan Bung Karno dalam meraih kemerdekaan, sebagian besar film ini menceritakan tentang kisah pertemuan Soekarno dan Ibu Fatmawati. Soekarno menikahi Fatmawati setelah bercerai dengan Inggit. Sebelumnya, ada satu adegan yang tidak saya suka dan menurut saya tidak cocok berada dalam diri Soekarno.

Pada awal pemutaran film, ada adegan Soekarno sedang berpacaran dengan seorang gadis Belanda. Kemudian Soekarno berencana untuk melamarnya. Namun lamaran itu ditolak oleh orang tua gadis karena pribumi seperti Soekarno dianggap tidak sederajat dengan orang Belanda. Pada akhirnya Soekarno kesal dan bertekad untuk memberontak terhadap penjajahan Belanda. Dari sini saya menangkap bahwa penyebab Soekarno menjadi promotor adalah karena cintanya tidak mendapat restu.

Terlepas dari adegan itu sesuai dengan fakta atau tidak, saya tetap mengagumi sosok Putra Sang Fajar. Bung Karno. Mulai Soekarno tidak lagi menjadi Bapak Negara Republik Indonesia, saya belum menemukan sosok pemimpin yang begitu kharismatik dan pemberani seperti beliau. Namanya melegenda, dikenal oleh seantero jagad. Bapak proklamasi yang penuh kontroversial ini berhasil membuat kita merdeka. Banyak yang mencintai, tapi banyak pula yang membenci. Sayang sekali film ini harus berakhir saat Soekarno-Hatta berhasil memproklamasikan kemerdekaan. Padahal saya penasaran sekali dengan cara Soekarno memimpin bangsa ini.

Selain itu saya juga ingin memperoleh gambaran tentang mengapa pertanggungjawaban Soekarno ditolak oleh MPR dan membuat beliau diasingkan di Istana Bogor. Pengganti Soekarno sebagai Presiden RI adalah Soeharto. Soeharto sangat intens dalam menjaga Soekarno. Intens dalam arti memperketat penjagaan dengan membatasi keluarganya untuk menjenguk Soekarno. Hingga Soekarno sakitpun Soeharto membatasi obat-obatan dan perawatan yang diperlukan oleh mantan Presiden pertama Indonesia ini.

Permintaan dari tim dokter Bung Karno untuk mendatangkan alat-alat kesehatan dari Cina pun dilarang oleh Presiden Soeharto. “Bahkan untuk sekadar menebus obat dan mengobati gigi yang sakit, harus seizin dia, ” demikian Rachmawati Soekarnoputeri pernah bercerita. (2009,kolom-biografi.blogspot.com)

Ada sebuah tulisan yang saya ambil dari blog Biografi tokoh Dunia. Pada biografi itu diceritakan detik-detik terakhir Sang Presiden. Simak tulisan di bawah ini.

- Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.

- Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.

- Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.

- Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa, dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.

- Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu

- Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya ini.

- “Pak, Pak, ini Ega…”

- Senyap.

- Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.

- Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.

- Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.

- Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.

- Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.

- “Hatta.., kau di sini..?”

- Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.

- “Ya, bagaimana keadaanmu, No ?”

- Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.

- Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal. “Hoe gaat het met jou…?” Bagaimana keadaanmu?

- Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno.

- Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.

- Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

- “No…” Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang.

- Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus.

- Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.

- Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka. Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.

- Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.

- Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan lama lagi.

- Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.

- Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan.

- Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.

- Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi: Soekarno telah meninggal.

Soekarno. Seorang luar biasa yang mencita-citakan kemerdekaan Indonesia. Dibuang dan dihancurkan pemimpin-pemimpin tamak yang haus kekuasaan. Penjajah bukan apa-apa bagi Soekarno, tapi bangsanya adalah lawan yang tidak ingin dilawan.
Bung Karno mati tanpa melawan. 


Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. -Soekarno-


Sunday 15 December 2013

Menulis adalah Pekerjaan yang Resah

“Seperti halnya membentuk sebuah cawan yang tak habis untuk dipakai, menulis pada dasarnya adalah pekerjaan yang resah." -Goenawan Mohamad-

Masalah saya hampir sama dengan masalah sebagian penulis pemula. Susah mengawali. Susah mengonsep. Susah bertutur kata dalam menulis. Apalagi dengan kosakata seadanya. Saya selalu resah ketika kesulitan mencari kata yang ingin saya utarakan sehingga apik dan enak dibaca. Pada akhirnya saya hanya akan bengong dengan tatapan kosong, sebal dengan tulisan yang macet, kemudian pergi tidur.

Lalu bagaimana dengan Goenawan Mohamad? Apakah dia dulu juga seperti saya? Semoga saja iya. Akan melegakan mengetahui bahwa penulis besar sepertinya juga pernah mengalami masalah yang sama dengan saya. hehe



Selamat Ulang Tahun

Hai blog..
Selamat ulang tahun..
Kumohon setialah untuk membuatku terus menulis
dan semoga kau berumur panjang
amin

Thursday 12 December 2013

Hampir Masuk Bui karena Puisi

Beberapa saat yang lalu saya chatting dengan adik angkatan saya di ALPHA. Namanya Kiky Supriatna Putri. Panggilannya Kiky. Tapi karena sudah ada terlalu banyak 'Kiky' di ALPHA, jadi saya memanggilnya Supri. Biar dia selalu ingat sama bapaknya maksud saya. haha, bercanda Ky...

Si Supri eh, Kiky ini ternyata suka menulis puisi. Saya tahu ini dari blognya. Ada banyak puisi sederhana tapi sedikit sensitif (buat saya). Baru sedikit membacanya, saya sudah ketagihan untuk membacanya lagi, dan lagi. Apa karena kita sama-sama perempuan yang memiliki hati berselaput tipis? Entahlah Pri, yang saya tahu hanyalah saya memahamimu. :)
Coba lihat di sini deh kalo pingin tahu.

Puisi-puisi Kiky Supri mengingatkan saya pada saya bertahun-tahun yang lalu. Sewaktu masih kecil saya suka menulis puisi. Tapi saya terlalu malu untuk mempublikasikan aksara hati kecil saya. Diam-diam saya membeli sebuah buku diari. Sebagai tempat kumpulan puisi dan cerita cinta monyet saya saat duduk di bangku SD. Tidak hanya itu, pada kertas-kertas binder saya menulis sajak-sajak kehidupan yang tidak pernah saya mengerti hingga detik ini.

Pada suatu hari ketika saya membersihkan kamar saya di rumah, saya menemukan isi hati kecil saya itu. Tersimpan dalam tulisan cakar ayam pada kertas-kertas lapuk yang sebagian banyak sudah dimakan rayap. Lembab, tapi masih bisa dibaca. Saya buka lembar demi lembar. Saya baca satu per satu. Saya tertawa. Kenapa saya dulu menulis ini ya? Pertanyaan besar itu muncul seketika. Dalam sebuah laci lemari saya menemukan surat-surat, kartu lebaran, foto ijazah, dan perangko-perangko berstempel. Mau tau bagaimana saya mendapatkan itu semua?

***

Karena hobi menulis itu, akhirnya saya berinisiatif untuk mengirim karya saya ke majalah Bobo. Awalnya begitu niat saya. Kebetulan sewaktu SD itu saya memang sudah langganan majalah Bobo. Karya yang ingin saya kirimkan adalah sebuah puisi. Saya pilah-pilah puisi-puisi saya di buku diari dan binder. Merasa tidak ada yang bagus, akhirnya saya mencoba membuat lagi sebuah. Puisi ini harus bagus agar bisa dimuat. Begitu pikir saya.

Setelah menghabiskan berlembar-lembar kertas, saya putuskan bahwa puisi yang akan saya kirim ke majalah Bobo adalah tidak ada. Saya tidak percaya diri dengan puisi-puisi yang saya buat. Akhirnya saya menyerah dan mencoba melupakan. Hingga pada suatu hari..........

Saat itu pelajaran Bahasa Indonesia. Pada sebuah buku paket Bahasa Indonesia ada puisi yang menurut saya sangat bagus. Puisi itu berjudul "Menyesal". Tidak ada nama pengarangnya di sana. Mm.... Barangkali ada, tapi saya tidak memperhatikan. Akhirnya tanpa merubah sedikitpun isinya, saya mengirim puisi berjudul "Menyesal" karya Maya Ayu Puspitasari ke redaksi majalah Bobo. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh Maya yang berusia 21 tahun.

Dua minggu kemudian, saya mendapat kejutan dari majalah Bobo. Pada edisi yang saya lupakan termuat puisi berjudul menyesal 'karya saya'. Saat itu honor yang diberikan kepada penulis yang tulisannya berhasil dimuat di majalah itu bukan uang, tapi merchandise berupa topi dan kaos Bobo. Saya gembira sekali dan mempamerkan hadiah saya kepada teman-teman saya. Mereka bangga pada saya.

Saat itu, saya tidak menyadari bahwa setelah hari bahagia itu hidup saya akan berubah seketika. Selang beberapa hari saya mendapat surat dari seorang guru sastra yang bertempat tinggal di Jakarta. Dalam suratnya beliau mengatakan bahwa saya bisa dipidana karena mengirimkan karya sastra orang lain ke media cetak dan mengklaim bahwa karya itu adalah milik saya. Dari surat itu saya baru mengetahui bahwa puisi yang saya kirimkan ke majalah Bobo adalah puisi milik penyair terkenal, A.Hasjim. Beliau juga melampirkan pasal-pasal pelanggaran hak cipta beserta hukuman kepada para plagiat seperti saya. Saya tidak terkejut membacanya. Saya hanya menangis selama dua jam di dalam kamar mandi.

Selama beberapa hari saya ketakutan. Bayangan-bayangan tentang penjara anak-anak memenuhi pikiran saya. Saya kan masih kelas 5 SD. Apa yang akan terjadi jika saya masuk bui? Apa kata orang nanti? Bagaimana dengan masa depan saya? Karena memikirkan hal-hal itu saya jadi rajin menangis setiap sebelum tidur.

Akhirnya saya mengirim surat balasan kepada Pak Guru tersebut dan meminta maaf serta memohon agar tidak melaporkan saya ke polisi. Alhamdulillah Bapak itu mau mengerti keadaan saya yang memang masih ingusan dan putih. Bersyukur sekali rasanya membaca bahwa beliau bersedia membimbing dan mengajari saya untuk menulis dalam surat balasannya. Ah... leganya....

Setelah itu saya menerima banyak surat dari berbagai daerah. Ada yang dari Sumedang, Kalimantan, hingga Bangka Belitung. Beberapa ada yang protes dengan tindakan saya yang memplagiat karya orang lain. Beberapa ada yang salut dan bangga kepada karya sastra yang saya akui milik saya itu. Dengan rendah hati saya mengaku bahwa itu bukan karya saya dan meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia karena sudah menjiplak karya sastra A.Hasjim dengan sadar. Beruntung sekali mereka semua bisa menerima kekhilafan saya dengan lapang hati. Hingga pada akhirnya penulis surat yang semua seumuran dengan saya kecuali bapak guru sastra itu menjadi sahabat pena saya.

Sekitar tahun 2003 hingga tahun 2006 saya aktif menulis surat untuk sahabat-sahabat saya dari seluruh Nusantara itu. Selain surat, kita terkadang menyisipkan kado berupa jepit sebagai hadiah saat kita berulang tahun. Atau kartu ucapan ketika hari raya tiba.

Setelah itu, saya rasa kita semua sudah dibuat lupa kepada kertas dan pak pos dengan kehadiran HP dan internet. Ah, kawan.. saya rindu pada pak pos yang biasa mengantarkan surat-surat kalian. Dulu sebelum saya memiliki nomer HP maupun facebook kalian, kita terbiasa menulis cerita berlembar-lembar untuk kemudian menunggu balasan cerita kalian selama 1-2 minggu. Saat itu harga perangko hanya Rp 2000,-. Lama pengiriman bisa sampai 2 minggu. Tapi saya tidak pernah bosan membaca cerita-cerita kalian.

Tiba-tiba saya merasa beruntung karena mengirim puisi A.Hasjim itu.
Sudah ada yang mengancam memenjarakan saya ketika saya masih kelas 5 SD. Bukankah saya keren? hehe
Tapi, berkat keluguan masa kecil saya itu, saya bisa mendapatkan sahabat-sahabat dari seluruh belahan Indonesia yang bahkan belum pernah saya injaki. :)
Dan saya tidak pernah menyesal telah membuat majalah Bobo memuat puisi 'Menyesal' karya 'saya' itu. hehe

Salam Pena

Maya



Menyesal
Karya A.Hasjim

pagiku hilang sudah melayang
hari mudaku sudah pergi
sekarang petang datang membayang
batang usiaku sudah tinggi

aku lalai di hari pagi
beta lengah di mata muda
kini hidup meracuni hati
miskin ilmu, miskin harta

ah apa gunanya kusesalkan
menyesal tua tiada berguna
hanya menambah luka sukma

kepada yang muda kuharapkan
atur barisan di hari pagi
menuju ke atas padang bakti! 

Monday 9 December 2013

Countdown to 21

Jember, 9 Desember 2013

Andaikan waktu bisa dihentikan atau aku diperbolehkan berlama-lama pada detik ini.

Aku ingin menikmatinya. Detik-detik sebelum pergantian umurku.
Tidak seperti sebelumnya. Tidak ada perayaan kali ini. Aku hanya ingin bersama aku. Menikmati penuaanku dalam senyap.

Ketika Aku Kanak-kanak

Ketika aku kanak-kanak..
Aku suka berlari-lari
Meloncat-loncat
Naik sana, naik sini
Tak mau dengar Ibu memarahi

Ketika aku kanak-kanak..
Aku suka membayangkan
Bahwa aku bisa terbang
Awan adalah kasur yang empuk
Dan hujan adalah tangisan Tuhan

Ketika aku kanak-kanak..
Aku begitu polos
Tidak mengerti kosakata
Tidak mungkin hanyalah kata
Aku hanya kenal ABCD

Ketika aku kanak-kanak..
Aku adalah seorang pemimpi
Karena berani bermimpi besar
Tidak takut masa depan
Rasa takutku hanya pada hantu

Ketika aku kanak-kanak..
Aku tidak mengenal cinta
Tidak bisa memaknai sayang
Tidak tahu cara memperlakukan rindu
Yang ku tahu hanya memainkan boneka barbie

Ketika aku kanak-kanak..
Aku tidak mengira begini jadinya
Tidak mungkin adalah keadaan
Mimpi lebih menakutkan daripada hantu
Dan cinta bukanlah barang lumrah yang murah

Namanya Erin

Tulisan ini saya tulis pada hari jumat tanggal 6 Desember 2014

Hari ini hari jumat. Jadwal saya ngasisteni anak-anak fisika 2013 praktikum matdas. Rasanya malaaaaas sekali. Sengaja saya datang terlambat. Selain masih ingin melungker di kasur, saya juga tidak siap dengan bahan yang akan saya ajarkan. Materi membuat grafik dalam Matlab ini sedikit susah. Alhasil waktu presentasi tadi ada syntax yang error. Ih... malu sekali rasanya. hehe

Sepulang praktikum saya berniat melanjutkan tidur di sekret ALPHA. Saya lihat jendelanya tutupan dan saya tidak membawa kunci. Biasanya jendela tutup menandakan di sekret tidak ada orang. Jadi saya memutuskan untuk pulang.

Saya kembali ke sekret sekitar jam 14.00. Di sana sudah ada Mas Budi, Erin, dan Hadi. Sesaat setelah saya datang muncul si Ina dan Mbak Tutut. Kemudian Laily juga datang tapi hanya sebentar. Pada saat itu Erin menunjukkan video dirinya saat berpidato Bahasa jepang. Ketika itu Erin masih duduk di bangku SMP. Wah.. Erin keren ya. masih kecil sudah mahir Bahasa Jepang. Mahir menghafal ya Rin? hahaha, bercanda.

Di video itu Erin tidak memakai kacamata. Erin ABG mukanya imut-imut, dan cantik. Tidak banyak berubah ya ternyata sampai sekarang. Dulu dan sekarang sama-sama cantik.  Suaranya sama-sama cempreng. hehe. Tapi kamu hebat bisa lolos seleksi paduan suara mahasiswa. :D

Ini Erin kecil, dibonceng Mas Bayhaqi yang ganteng. hehe

Erin yang saya kenal sekarang sudah besar. Sudah ngerti sama cinta-cintaan dan juga sudah sering galau. Biasanya dia galau karena tidak mendapat ijin keluar dari orang tuanya. Tidak bebas keluar malam. Apalagi nginep di rumah teman. Tapi Erin sempat dua kali menginap di rumah saya. Yang pertama saat liburan semester 2, saat itu saya mengajak Erin pergi ke Teluk Ijo yang luar biasa indahnya. Selanjutnya saat magang di Banyuwangi. Pada kesempatan itu Erin minta diantar ke Ijen. Ah, dasar anak ini. Mencuri-curi kesempatan. hahaha

Hal itu membutuhkan birokrasi yang panjang tentunya. Katanya, jika ingin mendapat ijin seperti itu dia harus berbaik-baik di rumah. Mencuci, memasak, bersih-bersih rumah, dan hal lain untuk membantu ibu. Maklum ya, anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara. Pasti orang tua tidak ingin anak gadisnya melakukan hal-hal yang buruk. Tapi yang namanya anak muda, selalu saja pintar mencari alasan. Apalagi kalau memang bocahnya suka keluyuran kayak Erin ini. Harus siap jurus seribu alasan agar diberi ijin keluar. Saya kalau di rumah juga begitu kok Rin. :)
Lihat, Erin besar cantik ya.. :)


Saat Erin Terpilih Menjadi Pemimpin Umum ALPHA

Masa jabatan Erin sebagai Pimpinan Umum (PU) sudah hampir habis. Tidak terasa ya, sepertinya baru kemarin dia nangis-nangis di sekret karena menolak menjadi PU. Saat orang lain yang terpilih, biasanya akan merasa senang dan bangga. Tapi tidak dengan Erin, dia malah menangis.

Mungkin statusnya sebagai anak rumahan yang sulit keluar menjadi beban tersendiri baginya. Dulu waktu semester 4 (kalau nggak salah), Erin memang sempat ingin mengundurkan diri dari ALPHA karena peraturan rumahnya yang membuat dia tidak bisa total berorganisasi.

Saat Erin menangis, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya duduk disampingnya. Dan bengong. Maaf ya Rin, tidak bisa menghiburmu saat itu. Saya yakin kamu tidak akan menangis selamanya. Erin yang saya kenal adalah seseorang yang kuat. Terbukti, hingga sekarang dia masih bertahan menjadi PU dan membuat ALPHA semakin eksis. Tidak salah kamu menjadi PU, Rin. Serius. Walaupun terkadang saya sering menganggap kamu kurang tegas menghadapi anggota-anggotamu yang masih tercecer, tapi kamu selalu berhasil membuat sekret kecil kita menjadi ramai dengan celotehan-celotehan yang kadang tidak jelas. haha. Tapi saya menyukainya. :)
Saat PJTD Lapang ALPHA angkatan VI di Rembangan

Ketika Kita Menjadi Teman

maba-maba labil. dari kiri: Cephi, Saya, Erin, Ida
Saya ingat pada suatu hari saat pertama kali kita bersalaman dan saling menyebutkan nama. Saya bilang kalau wajahmu mirip dengan teman saya, dan kamu bertanya "Kenapa ya? Banyak orang yang bilang kalau wajahku mirip dengan seseorang yang mereka kenal?" ya saya mana tau, Rin. Mungkin memang wajahmu yang tidak limited edition seperti wajah saya. hehe

Tiba-tiba saja kita akrab pada suatu sebab yang tidak kita ingat. Persahabatan kita mengalir begitu saja. Apakah karena persamaan karakter kita yang membuat kita dekat? Entahlah Rin. Kadang saya merasa kurang kalau tidak ada kamu karena saking seringnya kita bersama. Tapi ada kalanya saya merasa kita seperti orang asing yang saling menjaga jarak hanya karena sebuah kalimat yang tak sengaja melukai. Sepertinya kita atau hanya saya sudah saling mengerti kalau kata maaf tidak diperlukan di sini. Saya yakin masing-masing dari kita sudah akan memberikannya tanpa saya atau kamu memintanya. Dan setelah itu, semua akan kembali seperti bagaimana kita semula. :)

Kita sering menghabiskan waktu hanya berdua. Kita pergi berdua menerjang hujan demi menonton Breaking Down part 2 di bioskop. Kita pergi karaoke hanya berdua ketika orang lain sibuk dengan tugas-tugasnya. Kita juga suka iseng mencoba-coba baju mahal yang tidak mungkin kita beli di mall dan berfoto dengan menggunakan baju-baju itu. Bahkan kita pergi resto-resto mahal hanya untuk melihat daftar harganya. Menurut orang lain, itu adalah kebiasaan yang memalukan. Tapi entahlah, saya merasa itu adalah hal yang lumrah selama kita yang melakukan. hehe

Perjalanan kita ke Teluk Ijo
Kita berada di puncak Ijen

Karaoke efektif menyembuhkan galau sementara
fitting baju di Matahari dept.store.

Sebentar lagi kamu ulang tahun ya Rin? Tidak terasa ya, ini adalah ulang tahun keempat yang kita lewati bersama. Tahun-tahun sebelumnya saya selalu mengerjai kamu ya? hehe. Kamu sudah pernah merasakan mandi di kolam bakteri. Kamu juga sudah pernah menjadi adonan roti. Kamu ingin dikerjai seperti apa lagi? hehe

Untuk tahun ini, saya janji tidak akan mengerjai kamu. Desember tahun depan, janji ya.. kita berdua sudah tidak lagi menjadi mahasiswa. Jadi ini mungkin akan menjadi tahun terakhir kita melewati pergantian umur bersama sebagai seorang anak yang masih meminta uang kepada orang tua.

Bagaimana kalau kita merayakan ulang tahun bersama sekali lagi? Kebetulan tanggal ulang tahun kita berdekatan kan? Seperti tahun lalu. Saat saya membuatmu jengkel karena menggagalkan surprise yang kamu berikan untuk ulang tahun saya, dan saya menjadi korban atas jebakan yang saya buat sendiri di ulang tahunmu. haha, lucu sekali bagaimana kita saat itu.

Saya ingin ulang tahun kita tahun ini dirayakan dalam senyap, tanpa peringatan. Cukuplah masing-masing dari kita saling mendoakan satu sama lain dan berjanji untuk tidak saling melupakan. Saya berharap pertemuan kita tidak akan menjadi angin yang hanya lewat begitu saja lalu pergi tanpa meninggalkan jejak.

Maaf ya, Rin. Saya tidak pernah memberikanmu sebuah kado yang spesial. Saya hanya berdoa agar kamu bisa memaknai setiap detik dalam kehidupanmu. Bermimpilah yang besar, agar jika mimpi itu hancur, puing-puingnya masih bisa kau banggakan. :)


Merayakan ulang tahun bersama


Selamat ulang tahun cantik :)

Salam sayang

Maya

Sunday 8 December 2013

Salam Kenal

Berawal dari kesukaan saya melihat-lihat blog milik teman. Pada akhirnya saya tertarik untuk membuat cerita pada blog sendiri.

Saya masih baru setahun membuat blog. Tulisan saya masih sedikit dan belum bermutu. Hanya seputar curhatan sehari-hari saja. Tepat tanggal 15 besok blog ini berulang tahun yang ke-1. Saya harap bisa lebih produktif menulis lagi di tahun-tahun berikutnya. Amin.

Menulis memang kegiatan mengasyikkan buat saya. Apalagi kalau sudah keasyikan blogwalking, saya jadi lupa sama tugas kuliah. Akhirnya Sistem Kebut Semalam untuk mengerjakan tugas pun tidak jarang saya lakukan. haha, penyakit mahasiswa.

Melalui blogwalking saya jadi kenal dengan banyak orang. Tidak kenal sih, hanya sebatas tahu. Tapi kadang saya merasa sudah kenal dengan orang itu karena banyak membaca tulisannya. Seperti yang terjadi pada saya dan Mas RZ Hakim. Saat itu saya tidak sengaja membuka blognya dari blog milik teman saya, Saddam. Tulisan-tulisan Mas Hakim ini memang selalu menyeret-nyeret hati saya. (lebay dikit)
Akhirnya saya bertemu langsung dengan Mas Hakim di rumahnya saat saya menjadi panitia acara SaveGumuk. Waktu itu malam hari, saya diajak Mbak Fai untuk konsultasi masalah band-band yang mau tampil di acara yang digelar September lalu. Ternyata Mas Hakim ini memang sekeren tulisannya. hehe

Kemudian melalui tulisan Mas Hakim, saya jadi tahu adanya grup warung blogger di facebook. Akhirnya saya menginbox mbak Susindra agar mengconfirm permintaan saya menjadi anggota. Alhamdulillah saya diterima.. terima kasih ya mbak.. :)

Gara-gara masuk grup warung blogger ini saya jadi semakin rajin ngeblog. Tidak rajin menulis sih, hanya rajin blogwalking. Rajin membaca perjalanan hidup orang-orang luar biasa yang belum saya kenal.

Saya baru tahu kalau dalam kegiatan ngeblog itu ada semacam kontes-kontes kecil untuk membuat blogger semangat menulis. Seperti kontes Give Away yang diadakan oleh beberapa blogger nusantara. Saya jadi ingin mencoba membuat tulisan untuk Give Away.

Selain itu, melalui grup ini, saya juga tau ada acara blogger nasional yang diadakan tiap tahun. Untuk tahun ini acaranya diselenggarakan di Jogja. Dari cerita Mas Hakim dan kawan-kawan blogger sepertinya acaranya menarik. Saya jadi pingin ikut. Tapi sayang, saya terlambat mengetahuinya. Acaranya sudah selesai. :(

Semoga saya bisa berpartisipasi pada kesempatan berikutnya.

Untuk Blogger seluruh Nusantara, salam kenal ya...



Salam hangat

Maya

Tragedi Hari Sabtu

Sabtu, 7 Oktober 2013

Pagi ini cerah, dan saya berhasil bangun pagi. Berkat seseorang. Tapi sayang sekali kalau saya harus melaluinya dengan mood yang tidak baik.

Saya baru selesai mandi dan berdandan yang wangi. Saya pergi mengendarai sepeda motor beat putih P 6036 XV menuju kosan Alit. Kami janjian mau jalan-jalan hari itu.

Di tengah jalan saya kebablas ketika mau belok ke gang kosannya. Jadi saya memutuskan untuk belok di bundaran DPR saja. Di sanalah tragedi itu terjadi.

Ketika saya sampai di bundaran, saya melihat ada banyak polisi. Saya kaget. Ada seorang polisi yang melihat saya, kemudian saya dipanggil untuk menepi. Setelah itu saya diminta untuk menunjukkan STNK dan SIM. Saya merogoh tas, ternyata dompet saya tidak ada. Saya ingat kalau dompet saya terbawa Ifa ketika kami mau membeli es jus kamis kemarin.

Kemudian saya menjelaskan kepada pak polisi tentang dompet saya. Lalu pak polisi itu mengambil kontak sepeda saya dan menyuruh saya mengambil dompet. Saya mencoba menghubungi Ifa.Tidak bisa. Ternyata pulsa saya habis. Konter di sekitar bundaran masih belum buka. Kemudian saya memWA Cephi untuk membelikan saya pulsa ke Pipit. Tidak ada respon. Saya memWA Alit, tidak terkirim-kirim. Saya memWA teman-teman di grup, juga tidak ada yang merespon. Pak polisi yang melihat saya hanya bengong di tempat menegur saya. Katanya kalau surat-surat saya tidak segera diambil, sepeda motor saya akan dibawa. Ah, sial. Barulah saya merasa bingung.

Akhirnya saya berjalan menuju kosan Alit. Untung saja kosannya dekat dengan DPR. Saya meminjam HPnya untuk menghubungi Ifa. Nomer Ifa yang saya punya tidak bisa dihubungi. Kemudian saya bertanya kepada Ina nomer Ifa yang aktif. Alhamdulillah, Ina segera membalas. Ternyata nomer HP Ifa memang sudah ganti. Buru-buru saya telpon Ifa. Saya bilang kepadanya kalau saya hendak mengambil dompet. Ifa mengiyakan sambil meminta maaf karena lupa mengembalikan dompet saya.

Setelah saya bertemu Ifa, Ina menelepon. Dia kira saya belum bertemu Ifa. Dia berinisiatif mengambilkan dompet saya lalu mengantarkannya kepada saya. Ah, Ina memang selalu baik. Terima kasih ya, Na. :)
Tapi saat itu saya sudah mendapatkan dompet saya, jadi Ina tidak perlu repot membantu saya.

Kemudian saya menyerahkan STNK dan SIM kepada pak polisi di sana. Seorang polisi berkata "Wah, mbak, wangi banget." Iyalah.. saya kan baru mandi, Pak. "Baru mandi sudah kena tilang? hahaha"
Dasar Pak Polisi. Saya kan nggak mungkin kena tilang kalau bapak tidak mangkal di situ.

Awalnya saya kira setelah menunjukkan STNK dan SIM, saya akan langsung dibebaskan. Ternyata perkiraan saya salah. STNK saya diambil. Kata pak polisi itu saya harus mengambilnya di Pengadilan saat sidang tanggal 20 nanti. Astaga.....

Kenapa begitu ya? Saya kan sudah menunjukkan surat-suratnya? Kok saya tetap kena denda sih? Peraturan ini sedikit berebihan saya rasa. Sebelum STNK saya diambil, kontak sepeda motor saya kan sudah diambil. Saya kira sepeda motor itu tidak bisa kembali kalau saya tidak bisa menunjukkan STNKnya. Tapi saya sudah menukarnya kan, Pak? Lalu sekarang kenapa STNKnya diambil? Apakah dengan lupa membawa STNK itu berarti saya merugikan pengguna jalan yang lain? Sehingga saya harus membayar denda untuk itu?

Jika saya tidak memakai helm, saya kira masuk akal kalau saya ditilang. Tidak memakai helm mungkin bisa berakibat mencederai saya sendiri. Tapi STNK? Apakah jika saya tidak membawanya akan mengakibatkan macet? Siapa yang akan cedera kalau saya tidak membawanya? Bahkan kalaupun saat itu saya tidak membawanya, toh saya sudah menunjukkannya, kan? Dan STNK itu juga atas nama saya. Terbukti, saya bukan maling. Saya hanya lupa membawanya. Itu saja. Apakah Pak polisi merasa rugi dengan rendahnya daya ingat saya?

Saya bisa terima kalau saya harus didenda karena tidak bisa menunjukkan STNK saya. Saya terima jika Bapak mau membawa sepeda motor saya. Tapi apa yang saya lakukan sehingga itu merugikan dan membuat saya pantas dihukum? Saya hanya pergi untuk menunjukkan kepada Bapak bahwa saya memiliki surat-surat kelengkapan sepeda motor saya.

Saturday 7 December 2013

Menjadi Bagian dari Sejarah Part 2

Agenda nonton bareng (nobar) ALPHA kali ini adalah nonton. iyalah... haha. Film yang kita tonton hari ini berjudul Freedom Writers. Menurut saya, film ini lebih romantis daripada film Trumant Capote yang diputar pada nobar edisi sebelumnya, walaupun masih sama-sama membuat ngantuk. hehe

Peserta yang datang hari ini lumayan banyak (daripada yang kemarin-kemarin). Alhamdulillah..
Ada Mas Budi, Erin, Cephi, Ina, Yudis, Afif, Uyunk, Nova, Indar, Ihsan, Berta, Rosa, Hadi, Hamid, Ririn, Arie, Mbak Tutut, Bang Dimas dan saya tentunya. Pada awal pemutaran film, ada teman-teman dari LPM lain yang hadir di tengah-tengah kita. Terima kasih ya buat Mas Cetar, Saddam, sama Mas Diki yang sudah berkenan menjenguk. Sayang sekali mereka tidak bisa lama-lama, karena hari ini kebetulan ada nobar juga di prosalina bersama Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) dan mereka ingin menghadirinya. Saya juga pingin ikut sih sebenarnya. Tapi saya urungkan niat itu. Takut dilabrak anak-anak ALPHA. hehe

Awalnya, kita mengundang Mas Cetar sebagai pemateri diskusi film kita malam ini. Tapi berhubung Mas Cetar berhalangan, akhirnya pemateri ditiadakan. Diskusi dibuat sharing-sharing yang berkaitan dengan film. Waduh, saya sedikit galau. Takut tidak bisa ngomong di depan adek-adek yang baru. Saya juga takut diskusinya garing dan nggak bermutu. Pasalnya pada saat itu adalah kali pertama saya dan kawan-kawan menonton film tersebut. Ngantuk nggak ngantuk, saya kuat-kuatin buat menonton film itu sampai akhir.

Okelah, saya akan sedikit bercerita seputar film Freedom Writers.
Freedom Writer merupakan film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang guru di Amerika Serikat membangkitkan semangat anak-anak didiknya untuk belajar dengan menulis diari.
Pada film yang menginspirasi saya untuk kembali menulis diari itu sering menyebutkan nama Anne Frank. Anne Frank adalah seorang Yahudi yang menjadi korban holocaust pada masa pemerintahan Hitler. Hitler yang mengatur kebijakan untuk memusnahkan seluruh Yahudi di Jerman membuat Anne dan keluarganya pindah ke negeri Belanda. Selama di pengungsian itu Anne menulis buku diari sampai dia ditangkap dan meninggal pada usia 15 tahun.

Kebetulan waktu SMA saya pernah membaca buku harian Anne Frank. Tapi sudah lupa karena saya hanya membaca satu kali. Buku itu sudah lama dipinjam oleh teman saya dan hingga kini tidak kembali. Akhirnya sebelum film selesai diputar, saya mencoba googling untuk mengingat-ingat tentang kisah Anne Frank. Takut salah menyebutkan fakta.

Kembali ke film. Selain banyak bercerita tentang Anne Frank, film ini menyajikan kisah romantis tentang seorang guru yang awalnya dibenci oleh semua muridnya ditengah perang yang berkecamuk. Sensitif, rasis, tertekan, tidak percaya diri, dan hidup seakan-akan hanya untuk menunggu kapan saatnya mati. Begitulah watak murid-murid anarki yang diajar oleh Erin Gruwell. Namun berkat usahanya, dia mampu menyatukan seluruh siswa kelasnya menjadi satu keluarga yang saling membutuhkan dan menghormati satu sama lain. Sebelumnya dia perlu meyakinkan murid-muridnya bahwa semua orang memiliki masalah dalam hidupnya, dan jika kita ingin dihormati maka kita juga harus menghormati. Begitu seterusnya tapi dia tetap menjadi lelucon bagi murid-muridnya. Hingga pada suatu hari Erin menyuruh semua siswanya untuk memberikan sebuah buku diari. Lewat buku-buku itulah Erin bisa mengetahui betapa kelamnya kehidupan mereka. Selain buku diari, Erin juga memberikan buku Harian Anne Frank kepada setiap muridnya sebagai bahan perenungan.

Yang saya acungi jempol dalam film itu adalah betapapun peliknya masalah yang dihadapi, siswa-siswa itu masih mau menulis dan membaca buku yang disodorkan kepadanya. Padahal sang guru sudah memberitahu dari awal bahwa buku diari itu tidak akan dinilai. Tapi mereka tetap mau menuliskan kisah hidupnya dan mengumpulkannya pada sang guru. Selain itu mereka juga sangat antusias belajar dari kehidupan Anne Frank. Dan kalimat yang paling saya suka adalah “Buku ini akan menjadi bukti bahwa kamu pernah ada, walaupun tidak ada yang mau membacanya”

Wah.... bener-bener mantap film ini. Menulis tidak harus untuk dibaca orang lain. Dengan menulis untuk diri kita sendiri, setidaknya itu akan menyadarkan kita bahwa kita pernah hidup di hari kemarin. Nantinya tulisan kita akan menjadi kenangan masa lalu yang ingin diingat dan masa depan yang ingin dilihat oleh kita sendiri. Ruwet ya? Haha. Pokoknya begitulah. Intinya, dengan menulis maka kita akan menjadi bagian dari sejarah.

Saya jadi teringat dengan notes nya Darwis Tere Liye. Kira-kira bunyinya seperti ini:
Saya percaya, kalau belajar menulis hanya demi menerbitkan buku, laku, kaya, populer, difilmkan, apalagi sibuk menghitung view, like, komen, maka cepat atau lambat akan berakhir pada kekecewaan. Bahkan meski semua itu akhirnya tercapai. Kosong saja ketika sudah tiba di titik itu.
Menulislah karena itu menyenangkan. Selalu menyenangkan.
Menulislah apa yang harus orang baca, bukan yang ingin orang baca.
Menulislah dengan pemahaman: Tidak semua kata-kata indah itu mengandung kebenaran. Kadangkala, sebuah kebenaran harus disampaikan dengan kalimat yang amat menyakitkan.
Menulislah dalam senyap. Si Penulis akan mati, jadi tulang belulang, tapi tulisannya boleh jadi abadi ribuan tahun.

Jangan pernah menulis untuk mendapatkan apresiasi. Ibarat menanam sebuah pohon, ya sekedar menanam saja. Jangan pernah berharap bahwa pohon itu nantinya akan berdaun lebat atau berbunga indah. (Mas Budi, adaptasi dari Mas Bro)