Subscribe:

Wednesday 14 October 2015

Rini Soemarno dan Mimpinya

Selama beberapa minggu ini, topik kereta cepat Jakarta - Bandung yang digagas Menteri BUMN Rini Soemarno menjadi perbincangan yang awet dibahas. Sedikit yang pro, banyak yang kontra. Rakyat menilai proyek yang jadi rebutan Jepang dan Cina ini tidak ada urgensinya. Jakarta – Bandung naik kereta cepat seharga Rp 200 ribu, siapa yang mau? Kenapa tak bangun kereta di Kalimantan atau Sulawesi saja? Orang-orang di luar Pulau Jawa itu kan minim infrastruktur.

Tapi Rini memaksa. Kedua negara yang rebutan proyek pun tidak peduli dengan masukan pribumi. Mereka terus berkompetisi untuk memenangkan tender. Hingga akhirnya saudara tua kita harus kalah. Riset yang dilakukan Jepang selama bertahun-tahun digagalkan Cina yang hanya melakukan riset selama tiga bulan saja.

Entah bagaimana prosesnya, Presiden Jokowi yang semula tidak setuju kini pasrah. Ia hanya berpesan agar pembangunan kereta cepat ini tidak menggunakan anggaran negara. Rini setuju. Lalu ia bangun konsorsium dari empat BUMN untuk membangun kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini. Tak ada yang mendebat lagi. Bahkan Ahok pun mengaku takut pada Ibu menteri kita tercinta.

Rini lalu sibuk mencari utangan untuk bangun proyek ini. Akhirnya, Ibu Menteri kita yang berkuasa itu mendapat utang dari Bank Cina dengan menggadaikan tiga Bank besar kita untuk menjadi penjaminnya. Pembayarannya diangsur selama 40 tahun, kata dia.

Saya heran, kenapa Ibu Rini begitu ngotot ingin bangun kereta cepat. Sebagai public figure, dia termasuk orang yang sangat tidak transparan. Saya lelah harus main kejar-kejaran terus dengan dia hanya untuk mengajukan satu pertanyaan saja. Seberapa penting Jakarta – Bandung harus punya kereta cepat?

Sampai suatu hari, saya mendapat rekaman suara Ibu Menteri saat memberikan sambutan di suatu acara di Bandung. Dalam rekaman itu ia mengatakan, “Kita harus bermimpi besar.” Rini mengucapkan cita-citanya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara pemasok produk perkeretaapian.

Andai saya bukan wartawan, barangkali saya akan melihat apa yang dilakukan menteri Rini itu adalah murni sebuah mimpinya untuk bangsa ini. Saya akan dukung habis-habisan selama itu memang ditujukan untuk kepentingan umat Indonesia. Namun saya sedih menyadari bahwa kini saya punya pikiran, jangan-jangan dia hanya ingin mencari untung.

Dan sayangnya, kehidupan telah membuat rakyat ini sangat realistis. Belum mulai digarap saja, banyak yang mempertanyakan. Bagaimana kalau rugi? Apakah BUMN sanggup menanggung sendiri tanpa bantuan pemerintah?

Untungnya Jokowi pintar. Dia tidak mau menanggung resiko kerugian dengan tidak memberikan anggaran negara untuk proyek ini. Hal ini sedikit banyak membuat lega pejabat lain karena tidak akan ikut pusing menanggung resiko yang buruk.

Terus terang, saya tidak tau seberapa besar resiko terburuk yang akan menimpa BUMN. Saya bukan menteri BUMN, juga bukan analis ekonomi bisnis. Lepas apakah caranya tepat atau tidak, Rini adalah menteri yang kuat dan keras kepala. Hingga akhir, mimpinya tak luntur meski minim pendukung.

Tuesday 13 October 2015

Sibuk

Aku benar-benar dibikin sibuk
Sibuk belajar dan melupakanmu

Meja panjang, Jakarta, 13 Oktober 2015