Subscribe:

Monday, 22 April 2013

Dijajah



Seringkali saya mendengar bahwa wanita adalah makhluk Tuhan yang paling halus perasaannya. Wanita menangis bukan karena lemah, melainkan karena dia tidak tau harus melakukan apa. Selama ini saya menganggap pandangan itu terlalu hiperbolis karena saya sendiri adalah wanita yang suka menangis. Hehe

Saya menangis ketika ditinggal pergi berlibur oleh keluarga saya. Saya menangis ketika tidak mendapatkan jatah nasi kuning pada ulang tahun teman adik saya. Saya menangis ketika pacar saya membatalkan janji kencan dengan saya. Saya menangis ketika mengetahui bahwa pacar saya selingkuh dengan adik angkatan saya. dan masih banyak ketika-ketika lain yang membuat saya menangis.

Ketika sebelum menulis ini pun saya juga menangis. Hari ini saya menangisi tugas PTI (Pengantar Tekhnologi dan Informasi) yang tak kunjung rampung. Sudah tiga kali mengerjakan, tapi hasilnya tidak pernah memuaskan. Akhirnya saya nggondok dan menangis di kamar teman saya. Saya merasa sangat bodoh karena tidak becus mengerjakan tugas yang menurut saya gampang itu. Bodohnya lagi saya malah mengerjakan jurnal fisika yang tidak ada hubungannya dengan semua mata kuliah saya.

Saat ini sebenarnya saya tidak menangisi kegagalan saya mengerjakan tugas. Tapi lebih kepada perasaan saya yang saya rasa tengah dijajah. Jurnal fisika itu bukan milik saya, melainkan milik seseorang yang menyuruh saya menuliskannya untuk tugas yang harus dikumpulkan esok hari. Awalnya saya menolak, berbagai argumen sudah saya keluarkan. Sayangnya seluruh argumen saya dikalahkan oleh buah bibirnya. Dia selalu pintar membuat saya merasa bersalah dan akhirnya  menuruti apa maunya. Tidak adil sekali rasanya ketika dia mengungkit-ungkit masa lalu untuk melawan saya. Perlu diketahui, bahwa ini bukan yang pertama.

Penyesalan memang selalu menjadi tokoh terkuat yang munculnya di akhir cerita. Saya tidak menyesal karena sudah membantu mengerjakan tugasnya. Saya hanya menyesali kenapa nyali saya untuk berkata tidak ciut sekali. Ketidaktegasan pada diri saya sendiri itulah yang acap kali membuat saya banjir air mata. Selalu disusupi penyesalan atas pilihan-pilihan yang seharusnya tidak saya ambil.

Bukan salah dia yang suka berlaku suka wenang kepada saya, tapi saya sendirilah yang membuka kesempatan untuknya memperlakukan saya sesuka hati. Saya sadar, saya bukan seorang Kartini. Sang pejuang emansipasi wanita. Saya hanyalah seorang wanita biasa yang tengah berkutat mencari kekuatan diri. Entah kapan saya bisa terbebas dari jajahan kelembutan hati saya sendiri.

Wanita dijajah pria sejak dulu
Di jadikan perhiasan sangkar madu


Di sebuah kamar teman saya, di hari Kartini   23:11

0 comments:

Post a Comment