Seringkali saya
mendengar bahwa wanita adalah makhluk Tuhan yang paling halus perasaannya. Wanita
menangis bukan karena lemah, melainkan karena dia tidak tau harus melakukan
apa. Selama ini saya menganggap pandangan itu terlalu hiperbolis karena saya
sendiri adalah wanita yang suka menangis. Hehe
Saya menangis
ketika ditinggal pergi berlibur oleh keluarga saya. Saya menangis ketika tidak
mendapatkan jatah nasi kuning pada ulang tahun teman adik saya. Saya menangis
ketika pacar saya membatalkan janji kencan dengan saya. Saya menangis ketika
mengetahui bahwa pacar saya selingkuh dengan adik angkatan saya. dan masih
banyak ketika-ketika lain yang membuat saya menangis.
Ketika sebelum
menulis ini pun saya juga menangis. Hari ini saya menangisi tugas PTI
(Pengantar Tekhnologi dan Informasi) yang tak kunjung rampung. Sudah tiga kali
mengerjakan, tapi hasilnya tidak pernah memuaskan. Akhirnya saya nggondok dan menangis di kamar teman
saya. Saya merasa sangat bodoh karena tidak becus mengerjakan tugas yang
menurut saya gampang itu. Bodohnya lagi saya malah mengerjakan jurnal fisika
yang tidak ada hubungannya dengan semua mata kuliah saya.
Saat ini
sebenarnya saya tidak menangisi kegagalan saya mengerjakan tugas. Tapi lebih
kepada perasaan saya yang saya rasa tengah dijajah. Jurnal fisika itu bukan
milik saya, melainkan milik seseorang yang menyuruh saya menuliskannya untuk
tugas yang harus dikumpulkan esok hari. Awalnya saya menolak, berbagai argumen
sudah saya keluarkan. Sayangnya seluruh argumen saya dikalahkan oleh buah
bibirnya. Dia selalu pintar membuat saya merasa bersalah dan akhirnya menuruti apa maunya. Tidak adil sekali rasanya
ketika dia mengungkit-ungkit masa lalu untuk melawan saya. Perlu diketahui,
bahwa ini bukan yang pertama.
Penyesalan memang
selalu menjadi tokoh terkuat yang munculnya di akhir cerita. Saya tidak menyesal
karena sudah membantu mengerjakan tugasnya. Saya hanya menyesali kenapa nyali
saya untuk berkata tidak ciut sekali. Ketidaktegasan pada diri saya sendiri
itulah yang acap kali membuat saya banjir air mata. Selalu disusupi penyesalan
atas pilihan-pilihan yang seharusnya tidak saya ambil.
Bukan salah dia
yang suka berlaku suka wenang kepada saya, tapi saya sendirilah yang membuka
kesempatan untuknya memperlakukan saya sesuka hati. Saya sadar, saya bukan
seorang Kartini. Sang pejuang emansipasi wanita. Saya hanyalah seorang wanita
biasa yang tengah berkutat mencari kekuatan diri. Entah kapan saya bisa terbebas
dari jajahan kelembutan hati saya sendiri.
Wanita dijajah
pria sejak dulu
Di jadikan
perhiasan sangkar madu
Di
sebuah kamar teman saya, di hari Kartini
23:11
0 comments:
Post a Comment