Kemarin sore saya pergi ngopi bersama Erin
di Kafe Macapat. Suasana Kafe sepi, hanya ada tiga pengunjung yang ada di situ
ketika saya datang. Pelayannya pun tidak tampak, sehingga saya kebingungan
ketika ingin memesan makanan. Akhirnya saya sms Mas Yudha, teman saya yang
bekerja di situ agar menemui saya. Tetapi tidak ada balasan. Saya dan Erin
duduk di bilik paling ujung yang dekat dengan meja kasir. Ada kentungan
menggantung di tiang bilik tersebut. Oh… iya, saya ingat. Biasanya kalau mau
memesan kita harus memukul kentungan itu untuk memanggil pelayan. Benar saja,
setelah saya mengetuk-ngetuk kentungan itu Mas Cetar datang menuju bilik kami.
Saya dan Erin tidak memesan kopi seperti niatannya, melainkan memesan roti sandwhich dan 2
minuman coklat yang saya lupa namanya. Di Kafe ini tidak ada makanan berat yang
bisa membuat saya kenyang. “Saya” lo ya.. Sepertinya Erin juga memiliki porsi
makan yang sama besar dengan saya. Sehingga kami memutuskan untuk pesan “mie
ayam tombo luwe” yang ada di samping kafe.
Sementara Erin memesan mie ayam, saya
berjalan ke arah rak buku di pojok kafe. Di situ terdapat beberapa buku yang
boleh dipinjam tetapi tidak boleh dibawa pulang alias harus baca di tempat.
Saya mengambil novel yang bejudul 2 karya Dhoni Dhirgantara. Saya kembali ke
bilik dan mulai memakan isi novel tersebut. Aroma kertas lapuk menyerbak ketika
saya membuka halaman demi halaman buku. Saya mendekatkan hidung saya dengan
novel bersampul merah itu. Ah, wangi yang saya suka.. Wangi kertas dengan
barisan kata yang membius.
Saya jadi rindu dengan hobi saya yang sudah
hampir tidak pernah saya lakukan lagi. Beberapa buku yang saya beli dan pinjam
tidak tersentuh. Entah kenapa saya sekarang hanya suka mengoleksinya tanpa
pernah berniat untuk membukanya. Padahal saya dulu paling tidak mau berhenti
membaca jika belum mengkhatamkan sebuah buku.
Saking candunya saya pada membaca, saya
jadi sering lupa waktu. Sampai pernah suatu hari saya di omeli ibu karena
selama tiga hari kerjaan saya di rumah hanya membaca novel Harry Potter, bukan
belajar. Di sekolah pun yang saya bawa bukan buku pelajaran, tapi novel-novel
yang saya suka. Saya membacanya ketika jam istirahat dan saat ada jam pelajaran
yang kosong.
Saat di kafe itu saya benar-benar merasakan
rindu untuk membaca. Pengetahuan saya sekarang sudah jauh tertinggal. Saya jadi
tidak merasa keren karena miskin wawasan. Apalagi teman-teman baru saya saat
ini adalah orang-orang yang suka menjelajah dunia lewat buku. Jendela dunia
yang satu itu memang fantastis. Saya bisa tahu nama-nama spesies dari kingdom
plantae dari sebuah buku pelajaran Biologi. Saya bisa tahu rumus mencari
kecepatan dari sebuah benda yang bergerak dari sebuah buku Fisika. Saya bisa
tahu sejarah kerajaan-kerajaan di seluruh dunia hanya dari sebuah buku Sejarah.
Saya bisa tahu macam-macam musik dan tari dari buku Kesenian. Saya juga tahu
tata cara menulis yang baik dari sebuah buku Bahasa Indonesia. Tidak perlu
melakukan perjalanan ataupun penelitian untuk mendapatkan informasi sebanyak
itu. Cukup duduk (berdiri juga boleh), diam, dan membaca. Dimanapun, kapanpun.
Hebat ya?????
Dalam hati saya bersyukur kepada orang-orang
yang telah membuat jendela-jendela dunia itu. Apa jadinya kalau tidak ada yang
menuliskan asal-usul rumus E=mc2 milik Einstein? Apa jadinya kalau James Whatt
merahasiakan temuannya tentang bola lampu yang berpijar? Gelap donk...... Masak iya saya harus masang lilin tiap malem?-,-
Waktu saya gemar membaca dulu, saya masih dalam usia belia dan gaptek. Saya sama sekali tidak mengenal internet dan segala tetek bengek di dalamnya. Pengetahuan yang saya dapat hanya terbatas dari buku, majalah bobo langganan saya, dan koran harian langganan mbah kung. Khusus untuk koran, saya tidak membaca setiap hari. Saya hanya membaca koran pada hari Sabtu dan Minggu ketika ada rubrik ramalan bintang dan gambar humor karikaturnya.
Saat ini akses untuk membaca memang tidak sulit. Saya bisa membaca sebuah isi buku dalam bentuk PDF di komputer. Saya bisa mencari nama-nama latin dari spesies Harimau tanpa perlu membuka buku Ensiklopedia. Cukup ketik keyword di "mbah google", kemudian anda akan mendapatkan informasi yang diinginkan. Saya juga bisa mendownload e-book novel Harry Potter dari internet. Teknologi sudah semakin canggih. Buku sudah bukan lagi menjadi pelarian utama ketika seseorang ingin mendapatkan informasi.
Tapi buku masih tetap menjadi favorit saya. Saya tidak puas kalau tidak membaca dari sebuah buku. Saya menyukai aroma kertasnya, apalagi yang sudah lapuk. Semakin tua buku semakin saya cinta. Membaca hingga tertidur dan ketika bangun mendapatkan kasur saya dipenuhi buku adalah suatu hal yang biasa. Itu dulu.
Minggu [tak] tenang sudah hampir usai. Sebentar lagi saya akan bertempur dengan naskah soal Ujian Akhir Semester. Tidak sabar rasanya. Tidak sabar untuk cepat-cepat liburan. Hahaha
Tapi buku masih tetap menjadi favorit saya. Saya tidak puas kalau tidak membaca dari sebuah buku. Saya menyukai aroma kertasnya, apalagi yang sudah lapuk. Semakin tua buku semakin saya cinta. Membaca hingga tertidur dan ketika bangun mendapatkan kasur saya dipenuhi buku adalah suatu hal yang biasa. Itu dulu.
Minggu [tak] tenang sudah hampir usai. Sebentar lagi saya akan bertempur dengan naskah soal Ujian Akhir Semester. Tidak sabar rasanya. Tidak sabar untuk cepat-cepat liburan. Hahaha
Tidak sabar untuk segera bercumbu dengan
kertas-kertas lapuk yang sudah lama ditinggalkan, tapi tidak dilupakan. Tidak
sabar untuk segera bertemu dengan nama-nama orang yang membuat saya tahu
mengapa bintang bersinar.[]