Subscribe:

Thursday 29 December 2016

Sumbawa Punya Cerita Day 1

Tadinya aku mau menceritakan soal perjalanan ke Sumbawa pada akhir Oktober lalu setelah news storyku dimuat. Biar aku nggak perlu terlalu ribet menjelaskan complicated problem yang terjadi di sana dan bisa sekalian promosi tulisan. Tapi apalah daya. Ditinggal redaktur ke Thailand dan ini sudah mau berganti tahun. Sedang aku pinginnya perjalanan ini masuk menjadi catatan perjalanan di 2016.

Jadi, aku memutuskan untuk menuliskan sisi lain perjalanan aku di Sumbawa. Cerita-cerita nggak penting dibalik liputan sih sebenernya. Tapi lumayan seru kok. Seenggaknya buat pengingat aja kalau aku pernah ke Sumbawa. Hhe.

So, this is it..

***

Jakarta, 27 Oktober 2016

Hari ini aku ditugaskan untuk terbang ke Sumbawa buat ikut konferensi nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Pesawat Garuda yang aku lupa nomor penerbangannya itu boarding pukul 05.30 WIB dari Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Malemnya udah was-was banget karena boardingnya harus jam lima banget. Sementara jarak kosan ke bandara adalah sejam tanpa macet. Tapi untungnya aku bisa sampai bandara 5 menit sebelum last check in.

Sampai bandara aku ketemu sama yang namanya Mbak Titi. Dia itu adalah staf media komunikasi di AMAN. Kami berdua ngopi di Starbucks sambil nunggu satu wartawan dari Mongabay, namanya Lusi.

Semua berjalan normal sampai kopi pesanan kami jadi. Eh, bukan kami. Aku pesan green tea latte. Mbak Titi yang pesan kopi. Sambil nyruput green tea, aku nyemil croissant isi tuna. Kami pun ngobrol ngalur ngidul sampai entah berapa menit berlalu.

Lalu, drama itu dimulai. Lusi tiba di bandara dan telepon Mbak Titi. Katanya dia nggak bisa check in. Aku cek jam ternyata emang udah setengah 6. Sambil nempelin handphone di kuping, Mbak Titi lari ninggalin aku yang masih makan croissant. Mukanya panik. Aku lihat dia keliling loket. Ternyata dia nggak tahu sama yang namanya Lusi. Shit! Aku cuma bisa duduk lempeng sambil nyruput green tea latte yang nggak dingin-dingin (croissantnya udah abis).

Nggak lama aku denger namaku dan Mbak Titi di pengumuman last call. Aku pun sigap menyelamatkan green tea latte yang masih penuh dan segera keluar Starbucks. Dari arah anggap saja timur, Mbak Titi lari tergopoh-gopoh. Mukanya pucet. "Si Lusi nggak ketemuuu!" katanya sambil lari ke arah anggap saja barat. Aku ikut lari di belakangnya.

Aku lihat Mbak Titi sibuk telepon-telepon orang buat ngabarin kalau ada satu wartawan yang nggak boleh check in.
"Gimana ini?"
"Apa aku tinggal di sini aja bareng dia?"
"Tapi kan sayang tiketnya hangus dua."
"Apa dia ikut penerbangan siang terus nginep dulu di Lombok?"
"Duh, nggak ngerti.."
Mbak Titi panik banget pokoknya.

Aku juga panik. Karena green tea latte aku yang masih penuh jadi tumpah-tumpah gara-gara kubawa lari. Antara sayang dan merasa direpotkan, akhirnya dengan sedih gelas green tea latte ukuran medium yang masih penuh itu aku tinggalin di atas tempat sampah terminal 3 Bandara Soetta.

Pesawat pun terbang tanpa Lusi dan green tea latte aku. Oh, wartawan malang. Oh, green tea latte..

Rute Jakarta Lombok ditempuh dalam waktu kurang lebih dua jam. Kami turun di Lombok cuma untuk transit. Sampai bandara, Mbak Titi ngasih kabar kalau penerbangan Lusi ditunda besok. Soalnya jadwal terbang ke Sumbawa hari itu udah nggak ada lagi.

Enggak sampai 15 menit, pesawat ke Sumbawa berangkat. Kami naik baling-baling. Karena pesawatnya kecil, turbulencenya kerasa banget. Sensasinya mirip naik Halilintar pas udah sampai atas di Dunia Fantasi. Lebay sih itu.

Awan-awan yang bikin turbulence

Pulau-pulau kecil yang nggak tahu namanya
Selfie is a must

Akhirnya sampai Bandara Sultan M Kaharuddin Sumbawa Besar pas jam 11. Kesan pertama begitu turun pesawat adalah... Sumbawa panas! Mataharinya cetar. Tapi langitnya biruuuu banget. Subhanallove.

Sampai Sumbawaaaa

Pas nunggu jemputan di bandara, aku baru ngeh kalau AMAN bawa rombongan banyak banget (pas di pesawat tadi kita duduknya mencar). Ada 20 orang kayaknya. Dan diantara rombongan itu, ada satu bule yang nyelip. Rambutnya pirang, pake tindik, short pants, bertato, jaket pink, koper ijo. Namanya Beauw (dibaca Bow). Dia adalah seorang relawan dari Australia yang udah ikut AMAN setahun ke belakang. Sdap!

Mobil jemputan kami mengantar sampai hotel sebut saja bernama Melati. Aku yang seharusnya sekamar sama Lusi jadi sekamar sama Mbak Titi karena Lusi saat itu mungkin sudah balik ke kamar kosnya di Jakarta.

Sebelum masuk kamar, aku sudah membayangkan buat mandi shower yang dingin, ngadem di kamar hotel yang ber-AC, dan nonton TV di layar LCD yang gede. Kata Mbak Titi, hari ini acaranya free, konferensi mulainya besok siang. Jadi setelah istirahat sebentar, sorenya kita bisa jalan-jalan ke pantai sambil nyari sunset di pantai-pantai Sumbawa. Mantap jiwa....

Tapi kesenangan itu lenyap secepat kedipan mata ngantuk. Di siang yang panas itu, listrik di hotel mati. Bye kamar yang dingin. Bye nonton TV yang ternyata bukan LCD dan enggak gede. Aku memilih tidur siang itu. Dan terbangun di sore hari yang hujan sangat deras sampai malam. Oke. Bye sunset di pantai Sumbawa yang nyahut.

Hari pertama di Sumbawa nggak berakhir sedih-sedih amat. Malamnya, Mbak Titi melipur kecewa hari itu dengan manggil taxi dan ngajak aku nongkrong di pantai bareng sama Derlin, Dian, dan Beauw. Kami menikmati mie ala Sumbawa yang aku lupa namanya, kopi, dan jus tomat di pinggir pantai yang gelap.



Sunset yang terlambat di Sumbawa

Baca juga
Sumbawa Punya Cerita Day 1
Sumbawa Punya Cerita Day 2 Part 1
Sumbawa Punya Cerita Day 2 Part 2
Sumbawa Punya Cerita Day 3 Part 1
Sumbawa Punya Cerita Day 3 Part 2


3 comments: