Subscribe:

Thursday, 29 December 2016

Sumbawa Punya Cerita Day 2 Part 2

Sudah ku bilang berkali-kali. Enaknya jadi jurnalis adalah bisa jalan-jalan gratis. Bahkan ke tempat-tempat yang enggak pernah terbayang sebelumnya.

Sumbawa, 28 Oktober 2016

Hari itu, masih di jalanan terjal menuju Lawin. Bus dari Lebangkar berhenti di satu-satunya warung kopi sepanjang jalan. Kaget juga ada warung kopi di tempat yang nyaris kaya di dalam hutan.

Warungnya terbuat dari kayu. Ada papan menu yang sekilas tulisannya kupikir aksara jawa. Ternyata tulisan biasa yang diukir. Judul warungnya adalah Palondang City. Menunya nasi piring, nasi bungkus, kopi, susu, dan teh. Kami istirahat sambil ngopi-ngopi di sana.

Di belakang warung, ada sawah yang luaaaas banget. Dan, banyak kudanya! Seumur hidup baru kali ini aku lihat kuda di alam terbuka. Sumpah enggak bohong.

Hampir 15 menit kami istirahat di warung Palondang City. Karena takut kemalaman, akhirnya kami jalan lagi menerobos jalan terjal dengan segala aral rintangannya.

Warung kopi Palondang City

Ada nasi piring, ada nasi bungkus. Mau yang mana A'? in frame: Abang Fathul
Nggak berani naik, jadi selfie aja

Sampai senja, kami belum juga sampai tujuan. Jalanan masih sama terjalnya. Kami masih suka diminta turun bus agar bus bisa naik. Bahkan pas hari sudah malam, kami menemukan kubangan yang akhirnya membuat karung gerabah diturunkan. Jalannya bener-bener parah.

Senja di Sumbawa

Menebar gerabah di jalan belukar

Ini wajah jalan belukar yang udah ditebar gerabah
Pukul 19.00 WITA akhirnya kami sampai juga di Desa Lawin. Layaknya masyarakat adat, mereka sudah siap di pintu masuk desa untuk menyambut kami. Bendera-bendera, banner, dan tabit desa atau dukun berada di barisan depan balai adat. Kata si datuk, masyarakat sudah nunggu di sana sejak siang. Uuuu... terharuuu.

Sebenarnya kalau kami tiba di sana pas siang atau sore, ritual adat bakal digelar lengkap. Sebelum masuk, tamu akan dihadapkan dengan sejenis tampah berisi beras kuning dengan api di bawahnya. Nanti tampah itu akan diputar-putar di atas api untuk menentukan siapa tamu yang berhak masuk duluan. Tapi karena hari sudah malam dan tamunya bejibun, akhirnya kami cuma kebagian tradisi selonang syal, yaitu menyelempangkan kain syal masyarakat adat untuk menyambut tamu.

Setelah masing-masing orang dikalungin selendang selamat datang, kami pun masuk ke balai adat untuk mendengarkan sambutan dari Datuk Sukanda, kepala adat masyarakat Cek Bocek. Sebelum mulai acara, mereka lebih dulu main sekeco, alat musik tradisional yang bentuknya mirip gendang.


Berasa kaya orang penting pake disambut

Dikasi selendang selamat datang

Main sekeco sebelum acara dimulai
Seusai ritual penyambutan, kami dipersilakan makan malam. Aku lupa apa menunya saat itu. Yang jelas masakan mereka enak-enak semua. Bumbu rempahnya itu lho.. hmm... dahsyat pokoknya.

Udah kenyang, kami dikasi rumah. Maksudnya, kami dibagi-bagi ke rumah penduduk. Masing-masing rumah penduduk kebagian 2-4 tamu. Tergantung luas rumah dan banyaknya kamar. Aku kebagian serumah bareng Lusi dan Mbak Titi.

Begitu sudah masuk rumah, Lusi dan Mbak Titi langsung tewas. Sementara aku masih melek dan milih nonton tivi bareng pemilik rumah.

Yup, di Desa Lawin ini sudah masuk listrik sejak 10 tahun yang lalu. Tapi ya gitu, nggak 24 jam. Untuk sinyal seluler, jangan nanya. Sejak di jalan udah nggak ada. Kebayang enggak gimana hidupmu tanpa internet selama beberapa jam aja? Jangan dibayangin. Dicoba aja. Rasanya menyenangkan.


Baca juga
Sumbawa Punya Cerita Day 1
Sumbawa Punya Cerita Day 2 Part 1
Sumbawa Punya Cerita Day 2 Part 2
Sumbawa Punya Cerita Day 3 Part 1
Sumbawa Punya Cerita Day 3 Part 2



0 comments:

Post a Comment