Jember, 17 Maret 2015
Begitu pulang dari Malang aku mendapat sms dari PT Paragon. Ibu mengira itu adalah perusahaan cat, yang kemudian kujelaskan bahwa itu adalah perusahaan kosmetik. Salah satubrand terbesarnya adalah wardah. Aku memasukkan lamaran ke sana saat mengikuti jobfair di IKIP Jember beberapa minggu lalu.
Pagi ini aku bergegas berangkat ke Jember untuk memenuhi panggilan wawancara tulis dan psikotes. Bapak membantuku mengeluarkan motor dari dalam rumah. Setiap aku pergi, bapak selalu bertanya kemana aku akan, tapi selalu lupa aku darimana nanti ketika aku kembali. Ah, bapak memang sudah tua. Lalu aku berpamitan dan minta doa restunya untuk tes pagi ini di PT Paragon. “Kamu interview di perusahaan cat?”
Aku sampai tepat waktu. Tes dimulai pukul 09.30. Diawali dengan penjelasan tentang perusahaan lalu berlanjut wawancara tertulis. Ada 14 pertanyaan di lembar soal. Pertanyaan nomer satu adalah ceritakan mengenai diri anda! Aku terpaku lama memandangi pertanyaan ini. Apa yang harus kuceritakan? Nama, tempat tanggal lahir, alamat, dan semua data diri sudah kujelaskan secara rinci di CV yang kubuat. Kuteliti 13 pertanyaan lain pada selembar kertas itu. Sekilas aku bisa membayangkan jawaban dari ke 13 pertanyaan itu. Tapi tidak dengan yang satu ini. Aku nyaris kehabisan waktu hanya karena memikirkan jawaban satu soal ini saja.
Jika diminta untuk menceritakan diri sendiri, apa yang mungkin akan kau ceritakan? Tentang jati diri tentunya. Tapi apa? Bagaimana? Kapan? Dimana? Duh, ini pertanyaan paling kampret yang pernah kutemui. Ada banyak sekali cerita dalam hidupku. Bahkan seisi blog inipun belum semua kumasukkan ceritanya. Sedangkan kini aku harus menulisnya hanya di selembar kertas A4. Tentang sifat diri? Sangat tidak mungkin aku tulis kalau aku adalah orang yang malas, sensitiv, pemarah, egois, keras kepala, tukang iri, congkak, mudah putus asa, tidak bersahabat, makan terlalu banyak, dan hal-hal lain yang aku sendiri enggan membayangkannya. Kompetensi diri yang kutulis di lembar CV pun hanya sebatas mampu mengoperasikan Ms. Office yang meliputi Ms. Word, Ms. Excel, dan Ms. Power Point. Selain itu aku tidak memiliki keahlian apa-apa.
Kini aku menyadari bahwa yang menakutkan setelah lulus bukanlah akan jadi apa kita nanti, melainkan apa yang bisa kita lakukan untuk melanjutkan hidup kita. Apa yang bisa kita tukar untuk mempertahankan hidup? Tanpa skill dan kemampuan khusus, aku hanya seonggok daging yang bernama. Hidup yang tak lebih untuk sekedar menunggu mati.
Untuk memudahkan, akhirnya aku mencoba menganalisa diri sendiri berdasarkan pekerjaan yang pernah kulakukan. Aku pernah mengajar di sebuah lembaga bimbingan belajar. Di awal mengajar, aku merasa senang bisa mendedikasikan ilmuku untuk anak-anak bangsa. Tapi itu hanya bertahan selama satu tahun. Rutinitas yang kujalani terlalu menyita waktu. Seminggu 4 hari dengan per hari nya 2 – 4 jam. Aku mengalami kebosanan akut. Fakta pertama, aku adalah orang yang mudah bosan dengan rutinitas.
Selanjutnya, aku mencoba untuk menjadi marketing di CV Tour & Travel. Beberapa kali menjadi Tour Leader yang mengantar rombongan untuk berwisata sungguh menggairahkan. Kebetulan aku memang suka jalan-jalan. Aku bersemangat sekali dalam pekerjaan ini. Aku mencoba membuat paket wisata sendiri yang berbau alam dan menjualnya dengan harga terjangkau. Inilah yang kusebut dengan hobi yang dibayar. Hanya saja bayaran yang kudapat tidak pasti setiap bulan. Hal itulah yang menimbulkan masalah (di keluargaku). Dan fokusku pada saat itu terpecah dengan kondisi internal rumah yang sedikit banyak menyita waktu. Aku mulai berhenti melangkah meski tidak berniat meninggalkan. Fakta kedua, aku adalah orang yang tidak bisa memegang prinsip.
Anggaplah aku gagal dalam dua pekerjaan itu. Kini aku mencoba mencari pekerjaan lain yang masih sesuai hobi tapi dengan bayaran yang tetap. Hobiku menulis. Barangkali pekerjaan yang sesuai adalah menjadi wartawan. Aku mulai memasukkan lamaran-lamaran menjadi reporter di media-media. Aku juga meminta tolong kawanku di persma, Sadam, untuk menjadi editor tulisanku. Dia pernah memintaku menulis opini tentang KPK vs Polri. Topik yang sedang hangat kala itu tapi tidak menarik perhatianku. Dia memberiku waktu satu minggu dan hanya kugunakan satu hari pada hari terakhir. Terang saja, tulisanku harus dirombak habis-habisan. Sayang sekali waktu aku ingin menyerahkan revisi tulisanku, Sadam terkena musibah. Kuputuskan untuk mencari editor lain. Bersama Mas Yudha yang saat itu juga ingin belajar menulis, kami meminta tolong Mas Ulil untuk menjadi editor kami. Tugas awal adalah menulis resensi film Whiplash. Hingga detik aku menulis tulisan ini, resensi itu hanya jadi satu paragraf. Fakta ketiga, aku tidak bisa menulis apa yang diinginkan orang lain.
Karena tidak menemukan jati diri positif yang bisa kujual untuk meyakinkan HRD agar mempekerjakan aku, percayalah, pada soal nomer satu aku menjawab:
Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Dari kecil saya hobi membaca.
Aku sudah merasa tahu tidak akan lolos sebelum diumumkan. Dan yang membuat sedih bukanlah karena pada akhirnya aku tidak akan lolos, tapi lebih kepada aku yang ternyata belum mengenal diriku sendiri dengan baik.
“Ah, sudara, manusia ini kenal satu sama lain,
Tapi tidak dengan dirinya sendiri…”
-Pramoedya Ananta Toer-
0 comments:
Post a Comment