Sejak duduk di bangku sekolah, ada satu hal yang saya
sadari. Cantik secara fisik berakibat populer. Khususnya dimata pria. Meskipun definisi
cantik itu relatif, tapi selera pria rata-rata adalah sama. Gadis kulit putih,
hidung mbangir, dan bodi langsing biasa dijadikan parameter untuk mengukur standar
kecantikan seorang gadis. Ditambah lagi jika gadis cantik itu seorang yang
supel, energic, dan penuh prestasi (red: Raisa). Lengkap sudah harapan lelaki
untuk berbondong-bondong memboyongnya ke pelaminan.
Tidak munafik memang bahwa ketertarikan bermula dari
penampilan, saya sendiri juga sering melirik-lirik teman laki-laki saya yang
ganteng. Tapi untungnya saya masih bisa menahan diri untuk tidak sampai
memiliki hasrat memiliki. Saya tahu diri bahwa mereka (teman-teman laki-laki
saya yang ganteng) pun akan melirik gadis yang sesuai dengan level kegantengan
mereka.
Iri? Tentu saya pernah. Ketika melihat teman-teman yang
cantik begitu mudah mendapat perhatian dari makhluk adam yang rupawan sementara
saya harus melakukan banyak taktik untuk mendapat perhatian yang sama. Tapi
saya terlalu tahu diri agar tidak bermanja-manja untuk mendapat perhatian
seperti apa yang si cantik lakukan. Seperti ada hukum tak tertulis yang
menyebutkan bahwa yang jelek dilarang bermanja-manja. Yang boleh bermanja-manja
hanyalah mereka yang berparas ayu. Teman laki-laki saya di kelas memang
terlihat lebih ramah dan ringan tangan terhadap mereka yang ayu. Terlebih lagi
jika mereka adalah seorang penggemar rahasia. Tidak hanya satu dua, banyak diantara
laki-laki itu yang sampai menyatakan cinta. Juga tidak sedikit dari mereka yang
memendam rasa. Bagaimana mungkin saya yang haus kasih sayang ini tidak iri?
Untuk menolak takdir Tuhan yang menciptakan saya tidak
sesempurna Raisa, akhirnya saya berinisiatif untuk mengubah diri saya sendiri. Mulai
dari meluruskan rambut, memakai krim pemutih, menjepit bulu mata, hingga
memakai penjepit jemuran untuk memancungkan hidung pesek pernah saya terapkan. Demi
apa? Biar saya menjadi cantik, lalu mendapat perhatian yang serupa dengan
mereka yang memiliki kelebihan rupa itu.
Beberapa waktu saya bertahan dengan rangkaian ritual yang
menyiksa rambut, hidung, dan mata itu. Usaha saya akhirnya berbuah manis. Saya
cukup mendapat perhatian. Sampai akhirnya saya berhasil mendapat pacar. Tidak lama
setelah itu, saya menyadari ada yang keliru. Semua perhatian dan cinta ini saya
dapatkan ketika saya sudah berubah. Artinya, saya mendapatkannya saat saya tidak
sedang menjadi diri saya sendiri.
Sampai akhirnya saya merasa letih terus berusaha menjadi apa
yang ingin mereka lihat. Selain tersiksa, saya gerah untuk selalu tampil tidak
seperti apa adanya saya. Kemudian saya memutuskan untuk berhenti merubah apa
yang sudah dibentuk Tuhan pada diri saya. Saya yakin, secantik-cantiknya saya
hari ini, pasti nanti akan menjadi jelek juga ketika saya tua. Dan jika memang
mereka mencintai saya karena saya cantik, pastilah nanti cinta nereka akan
pudar seiring keriput yang dicipta umur. Atas dasar keyakinan itulah, saya tak
lagi bersolek.
Setelah melalui proses kesadaran yang cukup lama, kini saya
lebih memilih untuk mengembangkan potensi diri saya yang tidak dimiliki oleh
Raisa (apapun itu, pasti ada). Tuhan tidak menciptakan seseorang tanpa menyelipkan
sebuah kelebihan padanya, bukan? Dan Tuhan pasti menciptakan saya dengan
alasan. Tidak ada yang sia-sia. Bersyukur atas pemberian Tuhan dengan cara mengoptimalkan
kelebihan agaknya lebih patut dilakukan daripada menghilangkan kekurangan
dengan cara tidak bersyukur. Cantik secara fisik mungkin adalah kelebihan, tapi
sifatnya tidak sepermanen cantik secara batin.
Mengenai cinta, saya hanya berkeyakinan bahwa mereka yang
mencintai saya kini dan nanti pasti bukan orang yang biasa, karena mereka bisa
melihat apa-apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain dengan cara-cara yang
tidak biasa. Maka dari itulah menjadi diri sendiri, meski membutuhkan
keberanian, jauh lebih mampu menggurat sisi kemanusiaan daripada hidup untuk menjadi
orang lain. Seperti kata Mas Arman Dhani, hidup adalah keberanian menjadi kita.
tidak percaya kamu melakukan itu semua. kamu yang enjoy dan easy going yang ku kenal. rabaan ku.
ReplyDeleteah.. kamu kan cuma kenal ujung kukuku saja :)
ReplyDelete