Juni, bulan musim semi yang hangat. Bulan kesaktian Pancasila. Bulan kelahiran Ibuku. Bulan seharusnya aku di wisuda.
Maafkan putrimu yang bandel ini ya, Bu. Aku tidak bermaksud mengulur-ulur waktu. Bersenang-senang menjadi mahasiswa yang bisanya meminta uang. Ku akui, menjadi mahasiswa memang menyenangkan sekaligus menakutkan. Aku telah disenangkan dengan masa muda yang menawarkan pintu-pintu baru. Tapi jika aku tidak berhati-hati, pintu-pintu itu akan memberiku ketakutan tanpa batas di masa depan.
Sepertinya orang-orang dari masa lalu itu benar. Semakin kita dewasa, semakin besar tanggung jawab yang ada di pundak, juga ujian hidup yang tak pernah berhenti melambai.
Beberapa waktu lalu, anak pertamamu ini dihadapkan oleh realita yang menyesakkan. Tentu sebenarnya aku ingin mengadu kepadamu, Bu. Seperti dulu. Ibu ingat? Saat di TK dulu aku sangat manja, dan nakal. Selalu saja merepotkan Ibu. Bahkan hingga SMA, aku belum berhenti menyusahkanmu. Sekarangpun masih tetap begitu. Tapi Ibu sudah tidak muda seperti dulu. Jadi kuurungkan saja niatku untuk mengadu kepadamu, Ibuku sayang. Aku tidak mungkin menambah bebanmu yang sudah semakin berat akhir-akhir ini. Aku beruntung masih mengenal Tuhan meski tidak terlalu baik. Hanya saja, aku kesulitan menemukan tempat untuk pulang...
Ah, sudahlah. Biarkan saja anak gadismu ini, Bu. Tak perlu Ibu risau memikirkanku. Seperti kata Tere Liye, "Biarlah, biarlah kisah perasaan kalian yang spesial, ditulis langsung oleh Tuhan. Percayakan pada pemilik skenario yang terbaik."
Selamat 1 Juni :)
Maafkan putrimu yang bandel ini ya, Bu. Aku tidak bermaksud mengulur-ulur waktu. Bersenang-senang menjadi mahasiswa yang bisanya meminta uang. Ku akui, menjadi mahasiswa memang menyenangkan sekaligus menakutkan. Aku telah disenangkan dengan masa muda yang menawarkan pintu-pintu baru. Tapi jika aku tidak berhati-hati, pintu-pintu itu akan memberiku ketakutan tanpa batas di masa depan.
Sepertinya orang-orang dari masa lalu itu benar. Semakin kita dewasa, semakin besar tanggung jawab yang ada di pundak, juga ujian hidup yang tak pernah berhenti melambai.
Beberapa waktu lalu, anak pertamamu ini dihadapkan oleh realita yang menyesakkan. Tentu sebenarnya aku ingin mengadu kepadamu, Bu. Seperti dulu. Ibu ingat? Saat di TK dulu aku sangat manja, dan nakal. Selalu saja merepotkan Ibu. Bahkan hingga SMA, aku belum berhenti menyusahkanmu. Sekarangpun masih tetap begitu. Tapi Ibu sudah tidak muda seperti dulu. Jadi kuurungkan saja niatku untuk mengadu kepadamu, Ibuku sayang. Aku tidak mungkin menambah bebanmu yang sudah semakin berat akhir-akhir ini. Aku beruntung masih mengenal Tuhan meski tidak terlalu baik. Hanya saja, aku kesulitan menemukan tempat untuk pulang...
Ah, sudahlah. Biarkan saja anak gadismu ini, Bu. Tak perlu Ibu risau memikirkanku. Seperti kata Tere Liye, "Biarlah, biarlah kisah perasaan kalian yang spesial, ditulis langsung oleh Tuhan. Percayakan pada pemilik skenario yang terbaik."
Selamat 1 Juni :)
berbaik-baik laah...
ReplyDelete