Kamis siang ini ormawa tampak
berbeda dari biasanya. Tempat berteduh berkerangka bambu dan beratap banner
buatan arek-arek pecinta alam FMIPA
sudah ambruk. Bunga-buangaan dalam pot-pot kecil disekitarnya juga lenyap. Tidak
ada lagi TV yang biasa bertengger di atas kursi bambu maupun stop kontak
menempel di pohon yang menjadi salah satu tiang gardu itu. Saya masih ingat
betul kondisinya sebelum ambruk karena saya dulu sering nongkrong di situ.
Menurut Mas Rembes, orang-orang
fakultas yang sengaja merusak rumah-rumahan mereka. Menurut kabar, halaman
depan ormawa akan dibangun gazebo-gazebo dan ada rumor yang mengatakan pihak
fakultas ingin membuat perpustakaan di sekitar ormawa.
Mendengar kata perpustakaan, saya
teringat buletin ALPHA yang seharusnya terbit di awal bulan Nopember. Masalah
eksistensi perpustakaan fakultas adalah tema yang kita ambil karena kita
menilai bahwa itu adalah sesuatu yang perlu diluruskan. Apakah fakultas MIPA
memiliki perpustakaan? Dimana letaknya? Apa saja isinya? Hal-hal semacam itulah
yang kami pertanyakan. Pasalnya, dulu pihak fakultas pernah memberikan 1 unit
komputer untuk pengelolaan perpustakaan. Tapi hingga sekarang perpustakaan dan
komputernya itu tidak nampak batang hidungnya.
Sepertinya nasib buletin kita sama dengan nasib perpustakaan naas itu. Sudah
beberapa kali rapat redaksi tapi hingga kini wujud buletinnya belum tampak
sedikitpun. Padahal kita memiliki waktu yang cukup untuk melakukan reportase,
menulis, dan editting. Apa masalahnya? 1. Malas, 2. Malas, 3. Malas. Setidaknya
itu yang terjadi pada saya. Entah dengan yang lain. Sayang sekali ya, kita
sekarang kehilangan bahan untuk media kita yang tidak kerumat.
Sebelumnya, saya dan teman-teman
ALPHA berniat membuat majalah perdana kami. Uang dari fakultas sudah turun sebanyak
1juta rupiah. Saya takut kalau majalah kita gagal terbit. Akhirnya kami
memutuskan untuk menyerahkan buletin perpustakaan kepada anggota magang ALPHA.
Tapi niat itu kami urungkan. Masalahnya adalah buletin kedua edisi magang yang
seharusnya cetak setelah lebaran juga belum terbit.
Sedikit galau rasanya. Kemudian
saya dan beberapa orang berencana untuk membuat sendiri buletin tersebut tanpa
melibatkan awak redaksi sebelumnya karena takut mengganggu kinerja mereka dalam
pembuatan majalah.
Sampai pada bulan berikutnya,
buletin tak kunjung terbit. Majalah juga jalan di tempat. Padahal saya dan
kawan-kawan sering ngumpul di sekret untuk berdiskusi. Sepertinya ada masalah
lain selain malas, malas, dan malas. Diskusi yang kami lakukan bukan membahas
masalah redaksi, tapi obrolan ngalor ngidul nggak jelas bahkan tidak jarang
kami melakukan permainan yang membuat sakit perut karena kebanyakan tertawa.
Jadi, apa masalahnya?
0 comments:
Post a Comment