Ranukumbolo, 18 April 2014
Pagi itu aku terbangun di dalam tenda yang berembun. Cepi,
Fani, dan Nenek masih pulas. Aku keluar dari sleeping bag dan membuka pintu tenda. Sayup-sayup kudengar
dengkuran dari tenda para lelaki. Mereka pasti kelelahan setelah perjalanan
yang begitu menyiksa. Tanpa memakai alas, aku melangkahkan kaki keluar tenda. Brr…
Aku menggigil. Di depanku, danau di kaki dua bukit terhampar. Matahari
mengintip malu-malu diantaranya. Air danau itu menguap perlahan terkena sinar sang
surya. Kabut mengabur, memperlihatkan pesona Ranukumbolo yang menakjubkan.
Itulah cerita yang seharusnya terjadi pada pagi ini kalau
semua berjalan sesuai dengan rencana. Cerita di atas adalah sebagai bentuk
kerinduan dan kekecewaanku pada tempat itu. Semoga aku akan benar-benar
menuliskannya sebagai satu realita suatu hari nanti. Ah, aku masih saja belum
ikhlas. >,<
So, then.. This is the
fact
Malang, 18 April 2014
Pagi itu aku terbangun di dalam ruangan persegi yang pengap.
Aku heran kenapa aku merasakan kedinginan di dalam kantor kecil itu. Ah, aku
lupa kalau sedang berada di Malang. Kulihat Nenek dan Cepi masih tertidur. Fani
baru saja datang dari mushola. Dia sudah bangun lebih dulu rupanya. Kupaksakan
diri untuk bangun dan turun ke bawah. Nenek dan Cepi mengikutiku.
Jumat pagi di kampus STIKI sepi. Bukan karena mahasiswanya
yang sedikit, melainkan karena hari ini tanggal merah.
Rencananya kami akan berangkat ke Arjuno pagi ini. Tapi seperti
biasa, rencana tinggallah rencana. Beberapa personil yang tidak bisa bangun pagi
membuat kita mengambil rencana lain. Kita berangkat sehabis sholat Jumat.
Selagi menunggu kaum Adam yang enggan beranjak dari
peraduan, kami para hawa pindah ke mushola. Bersih-bersih, sholat subuh jam 6
pagi, berganti pakaian, sarapan snack, kemudian melanjutkan tidur. Aku tidak
ikut tidur. Kucoba menghubungi Bang Ahim yang saat ini menjadi karyawan Semen
Gresik (Sementara Nganggur Disik) di Malang. Untuk mengganti logistikku yang
sudah habis, aku titip 2 bungkus coklat coki-coki dan air mineral kepada Bang
Ahim.
Tidak lama kemudian Bang Ahim datang sambil menenteng kresek
Indomart. “Loh, kok banyak banget Bang?” aku menemukan vitacimin, susu, minyak
kayu putih, salonpas, balsem, selusin coklat coki-coki, dan 2 bungkus snack
coklat yang aku lupa namanya di dalam kresek itu. Waah.. this is more than enough. Thank’s
a lot Abang, you save my life.. (alay dikit lah) :D
Kami berbincang-bincang di halaman sekret K.E. Alit, Icham,
Wisnu, Fian, Gobes, Gosong, dan Rohim sudah bangun. Hanya Mamel yang masih
betah tidur. Bang Ahim bercerita kalau di Arjuno sering hujan. “Masio ndek Malang panase kenthang-kenthang,
Arjuno tetep ae udan,” katanya sambil menyulut rokok.
Melihat Bang Ahim merokok aku jadi ingat beberapa waktu yang
lalu. Saat itu aku pulang dari Jember ke Banyuwangi. Aku dijemput Mbak Ika dan
Bang Ahim dari Malang naik mobil milik Mbak Ika. Di dalam mobil itu Bang Ahim
merokok. Kami menuju rumah Mbah Uti, ada acara sehingga keluarga besar kami
berkumpul di sana. Ketika kami sampai di rumah Mbah Uti, aku langsung mengambil
piring untuk makan. Kemudian Mbah Uti menyuruhku mengambilkan makan untuk Bang
Ahim. “Ahim poso, Buk,” kata Ibuku. “Nggak
kok, mau lo Bang Ahim rokokan,”
sahutku santai.
“Goro-goro arek iki
kon, aku ketemon rokokan. Yo ngomel Ibukku,” Bang Ahim mengingat-ingat masa
lalunya yang kubuat suram. Hahaha.
Lalu Bang Ahim kembali bercerita tentang Arjuno. Berulang
kali Bang Ahim mengingatkanku untuk berhati-hati. Aku hanya bisa
manggut-manggut saja.
Cepi, Nenek, Fani, dan Mamel sudah bangun dari hibernasinya.
Mas Penceng dan Mas Sipon, anggota K.E yang akan mengantarkan kami membuat
perbekalan harus ditambahi. Carrier kembali dibongkar. Ketika semua sudah
masuk, isinya semakin berat. Di tambah lagi jurigen yang masih kosong. Saat ini
mungkin masih ringan, liat saja nanti kalau jurigen itu sudah penuh. Begh… You’re all must be strong guys!! I’ll help
with praying. hhe
Barang yang kubawa sebenarnya tidak banyak. Aku saja yang
payah mengepacknya sehingga isi carrierku amburadul dan jadi berat sebelah. Aku
membongkar lagi isinya, baju kotor dan barang-barang yang sekiranya tidak
kubutuhkan kutitipkan kepada Bang Ahim. Cepi ikut-ikutan titip. Carrierku sudah
ringan, tapi bahuku masih sakit, sehingga se-enteng apapun carrier yang
kucangklong masih saja terasa berat dan menyakiti bahuku.
Bang Ahim masih menunggu hingga kami selesai packing. Sudah hampir waktunya sholat
Jumat, Bang Ahim berpamitan. “Lek wes
nyampek malang meneh BBM yo?” katanya kepadaku. Kemudian kami semua sarapan
di warung sebelah kampus. Setelahnya, sebagian lelaki pergi sholat Jumat. Aku,
Fani, Nenek, dan Cepi menunggu di halaman K.E.
Selesai sholat Jumat, kami bersiap-siap berangkat. Sekitar
jam dua siang kami meluncur ke pos registrasi yang berlokasi di Cangar, Batu,
Malang. Di perjalanan, gerimis mulai datang. Makin lama makin deras. Aduh,
belum mendaki kok sudah basah begini. Untungnya hujan itu tidak bertahan lama.
Kami sampai di pos Cangar sekitar jam empat sore. Yang
laki-laki mengisi jurigen dengan air. Yang wanita foto-fotoan di taman bunga
depan pos sambil makan jagung manis panas. :D
cucu dan neneknya bermain di taman bunga :D |
Setelah persediaan air dirasa sudah cukup, kami mencari
penjaga pos registrasi. Di sana kami mendaftar untuk mendapatkan ijin mendaki.
Di situ Pak penjaga bercerita kalau di Arjuno sering ada orang hilang. Bulan
januari kemarin ada pendaki asal Surabaya yang hilang selama seminggu. Ketika
ditemukan sudah tewas. Baca di sini.
Jam lima sore kita sudah selesai mengisi formulir
pendaftaran, jurigen, dan perut. And
last, we’re really really go..
pos ijin pendakian Gunung Arjuna-Welirang |
prepare again.. |
Let's we're really hike ! |
to be continued..
#part 6 : Mendaki Gunung
#part 7 : Badai Pasti Berlalu
#part 8 : Di Dalam Awan
#part 9 : Hal yang Wajib Dilakukan ketika Naik Gunung
Hmm..laen kli mnt ajrin packing aj,
ReplyDeleteNahh.. Targt slnjut nya semeru kn ?aq yo pngen... Hha