Filep Karma makan malam di apartemen Andreas Harsono |
Andreas Harsono masuk pintu apartemennya, ketika lihat seseorang, seragam pegawai negeri, duduk di meja makannya. Lelaki itu duduk membelakangi pintu. Badannya besar. Jenggotnya lebat dan lebar. Rambutnya diikat. Ia pakai topi. Kulit hitam legam. Di dadanya, bros bendera Papua disematkan.
Filep Karma, pejuang Papua Merdeka paling tenar, ada di rumah Andreas.
Saat itu sudah lewat jam 10 malam di Jakarta. Karma baru tiba dari Jayapura, Rabu, 6 April 2016. Ia diundang Andreas untuk bicara dalam diskusi Human Right Watch pekan depan di Jakarta. Sudah ada sepiring penuh sate Madura di meja makan. Isi piring Karma sudah tinggal separo. Ada beberapa tusuk sate yang belum disantap.
"Pak Karma nggak capek?" Andreas duduk, mengambil satu tusuk sate.
"Nggak," Karma ikut ambil sate. Ibarat kawan lama datang berkunjung.
Mereka makan sate, mengobrol, tertawa sambil melihat beberapa bungkus ikan asar khas Papua, oleh-oleh dari Jayapura. Isteri Andreas, Sapariah Saturi, penggemar ikan asar masak gulai kelapa.
“Ini saya bawakan buat teman-teman di Yayasan Pantau,” kata Karma.
Mereka memang kawan lama. Andreas bertemu Karma pertama kali dalam penjara Abepura, Desember 2008. Andreas wawancara Karma lantas menulis soal tahanan-tahanan politik Papua termasuk Karma yang dipenjara sejak Desember 2004, vonis 15 tahun penjara, makar terhadap negara Indonesia. Laporan dan esai Andreas tampaknya menarik perhatian Freedom Now, sebuah biro hukum di Washington DC, lantas menawarkan bantuan hukum kepada Karma buat gugat di pengadilan PBB di New York.
Karma menang pada November 2011. Pengadilan PBB berpendapat tafsir terhadap “pasal makar” tak dilakukan secara proporsional oleh pengadilan Indonesia. Namun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tak mengindahkan keputusan PBB. Maka Indonesia jadi bulan-bulanan kritik dunia internasional di berbagai forum. Karma baru dibebaskan pemerintahan Presiden Jokowi pada November 2015 dengan remisi.
"Dia orang Papua yang sangat moderat," kata Andreas. Karma punya banyak teman, dari orang Jawa sampai Cina, dari Kristen sampai Muslim, Buddha, dan banyak lainnya. "Ironisnya, ketika dia protes, sama sekali tanpa kekerasan, dia dipenjara 15 tahun."
Karma memulai perjuangan Papua Merdeka pada 2 Juli 1998. Kala itu ia mengibarkan bendera Papua “Bintang Kejora” di Tower Air di Biak. Di sana, ia memperkenalkan perjuangan model baru rakyat Papua, perdamaian tanpa kekerasan. "Ini perjuangan damai, senjata kita hanya Injil," kata Karma dalam bukunya, Seakan Kitorang Setengah Binatang.
Karma dianggap makar. Pada tanggal 25 Januari 1999 ia dijatuhi hukuman enam setengah tahun penjara. Ia kemudian mengajukan banding dan dibebaskan Presiden Abdurrahman Wahid dengan abolisi, setelah 18 bulan dalam tahanan.
Pada 1 Desember 2004, Filep Karma kembali mengatur acara peringatan deklarasi kemerdekaan Papua. Ia menggelar pertemuan kecil di sebuah lapangan di Abepura. Dengan bersemangat ia berpidato soal kebangsaan Papua.
Aksi itu membuat Filep ditangkap, diadili, dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan negeri Abepura. Ia dihukum 15 tahun penjara oleh pengadilan Abepura. Karma naik banding dan kalah terus hingga di Mahkamah Agung Jakarta hingga akhirnya dia banding di New York dan menang.
Andreas menyebut Karma orang yang antik. Karma hanya punya 3 baju. Saat berada di tempat umum, ia selalu memakai seragam pegawai negeri, warna cokelat muda, lengkap dengan atribut bendera Papua. Seragam itu, bagi Karma, bagaikan tanda siaga satu. Jika situasi di Indonesia chaos, ia bisa kapan saja berorasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua. “Kan tidak mungkin saya minta mereka tunggu saya ganti baju,” kata Karma. Tawanya meledak.
“Tapi chaos itu kan jika … jika Indonesia jadi negara gagal,” kata Andreas.
Gara-gara atribut itu Karma pernah disemprot anak-anaknya. Sebab ia berkeras untuk tetap memakai seragam pegawai negeri saat pernikahan anaknya. "Bubarkan saja kalau tak mau ganti!" kata Karma menirukan anaknya. Dia menyerah dan pakai jas hitam plus dasi. Lagi-lagi tawanya meledak.
Pria berumur 57 tahun ini bilang tahun depan dia akan pensiun. Sebentar lagi Karma pensiun. Andreas bertanya apa yang akan dilakukan setelah ini.
"Paling saya mau jadi penulis," celetuknya.
"Menulis itu bukan paling … menghina saya dong," sahut Andreas. Keduanya tertawa. Jam dinding sudah tengah malam.
thanks for your apretiation.. :)
ReplyDelete